EKSISTENSI sentra jamu tradisional di Dusun Watu, Argomulyo, Sedayu, pantas dibanggakan. Biaya kebutuhan sehari-hari warga setempat, banyak diperoleh dari penjualan jamu tradisional tersebut. Setiap hari, pendapatan kelompok perajin jamu tradisional antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu.
“Anggota kelompok yang ikut produksi, mendapatkan upah. Mereka masih akan mendapatkan tambahan apabila ikut berjualan keliling (mangkal) di pasar-pasar,” kata Ketua Kelompok Produsen Jamu Tradisional Jati Husada Mulyo Mandiri, Wagiyanti.
Untuk upah produksi, Rp 50 ribu per hari. Sedangkan mereka yang berjualan keliling, memperoleh pendapatan tambahan sesuai dengan berapa banyak jamu yang terjual. “Makin banyak jamu yang terjual, semakin banyak keuntungannya. Rata-rata yang jualan keliling, memperoleh pendapatan Rp 200 ribu,” jelas Yanti.
Jenis jamu tradisional yang diproduksi ada dua, yakni instan dan cair. Setidaknya ada 13 macam jenis jamu tradisional buatan Kelompok Jati Husada Mulyo, di antaranya secang celup, secang serbuk instan, jahe wangi instan, jahe merah instan, kencur sunthi instan, beras kencur instan, temu lawak instan, kunir putih mangga instan, putri singset instant, kunyit sirih instan, galinu instan, dan kunir putih instan.
“Kami juga punya jamu kuat untuk pria dewasa, yaitu jamu top ceng. Kasiatnya untuk menjaga stamina tubuh tetap bugar, sehat, dan menjaga vitalitas tetap prima,” kelakar Yanti.
Penjualan jamu tidak hanya di wilayah Kabupaten Bantul, juga ke kabupaten lain, seperti Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo, Kota Jogja, Purworejo, dan Magelang. “Sejauh ini, pelanggan kami juga ada dari Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Sumatera,” katanya.
Untuk pelanggan dari luar Jogjakarta, jual belinya dilakukan melalui sosial media (Sosmed). “Untuk pengiriman, kami lakukan melalui jasa paket,” jelas Yanti.
Kepala Desa Argomulyo, Bambang Sarwono mengatakan, sejauh ini Pemdes Argomulyo ikut menjaga eksistensi keberadaan jamu tradisional warganya. Sebagai bentuk dukungan, pihaknya selalu melibatkan para perajin jamu untuk berjualan ketika pemdes mempunyai kegiatan. “Kami selalu minta kepada pemerintah daerah, kecamatan, dan instansi di luar Desa Argomulyo agar selalu memberikan tempat bagi penjual jamu tradisional untuk bisa memasarkan produknya,” kata Bambang.
Selain itu, Pemdes Argomulyo memfasilitasi penggunaan tanah desa untuk dibangun rumah produksi jamu. Bahkan, pihaknya selalu memberikan pembinaan dan pelatihan bagi para perajin meningkatkan inovasi produknya. Sehingga, jamu tradisional Dusun Watu bisa bertahan dan mampu bersaing dengan jamu tradisional dari daerah lain. “Kalau ada kendala bahan baku dan lainnya, kami selalu berupaya membantunya,” pungkas Bambang. (mar/jko/mg1)