Pemprov Klaim Sudah Sesuai Prosedur

JOGJA – Penolakan nilai ganti rugi tanah terdampak proyek jalur jalan lintas selatan (JJLS) di Gunungkidul terus bergulir. Menyikapi persoalan tersebut, Pemprov DIJ bakal mengambil langkah serupa dengan yang diberlakukan bagi warga pemilik lahan terdampak proyek bandara baru di Glagah, Temon, Kulonprogo. Para pemilik lahan terdampak JJLS yang keberatan dengan nilai ganti rugi yang ditentukan tim appraisal diminta menempuh jalur hukum. Termasuk warga yang mencabut kesepakatan nilai ganti rugi yang dituangkan dalam berita acara pada Maret lalu.

“Silakan layangkan surat keberatan ke Pengadilan Negeri Gunungkidul. Nanti akan diberikan konsinyasi, seperti warga Kulonprogo penolak lahan terdampak bandara,” ujar Kasi Perencanaan Jalan dan Jembatan Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP dan ESDM) Misno kemarin (12/4).

Misno mengklaim, perhitungan ganti rugi pembebasan lahan JJLS telah sesuai prosedur dan memenuhi unsur kewajaran. Menurutnya, sebagian besar areal terdampak JJLS merupakan lahan tidak produktif. Hal itulah yang meyakinkan Misno bahwa nilai ganti rugi lahan terdampak JJLS yang ditetapkan tim appraisal telah sesuai harga pasar. “Bahkan sebenarnya sudah di atas harga pasar,” klaimnya.

Pemprov DIJ menyiapkan anggaran sekitar Rp 98 miliar untuk biaya ganti rugi lahan terdampak JJLS. Total ada 400 bidang, yang dimiliki oleh 400 orang. Dari jumlah itu, kata Misno, 14 orang belum setuju.

Dia merasa heran setelah mengetahui jumlah warga terdampak JJLS yang keberatan atas ganti rugi lahan kian banyak. Padahal sebelumnya mereka telah sepakat. Alasannya, sosialisasi telah dilakukan secara masif sejak proses perencanaan. Sehingga, masyarakat yang sepakat atas biaya ganti rugi mau menandatangani berita acara. “Lah kok tiba-tiba kami dituding ganti rugi tidak sesuai aturan. Itu kan aneh,” sesalnya.

Meski terjadi penolakan, Misno optimistis proyek pembangunan JJLS akan terus berjalan. Targetnya rampung akhir tahun ini.”Tidak mungkin ditunda karena regulasinya sudah jelas,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIJ Tri Wibisono menyatakan, pembebasan lahan untuk proyek JJLS didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Artinya, jika tak terjadi kesepakatan, pemilik lahan bisa mengajukan keberatan ke pengadilan negeri setempat paling lama 14 hari kerja setelah ditandatanganinya dokumen berita acara hasil permufakatan.

“Konsinyasi ditempuh setelah ada putusan pengadilan negeri atau Mahkamah Agung,” jelasnya.

Tri menegaskan, lembaganya tidak bisa mengintervensi nilai ganti rugi atas suatu lahan yang ditetapkan tim appraisal. Usai pengukuran dan inventarisasi serta penentuan nilai ganti rugi, lanjut Tri, BPN hanya berwenang melaporkan hasilnya kepada Pemprov DIJ, selaku pihak yang berwenang dalam pembebasan lahan. (bhn/yog/ong)