Keberadaan telagadesa dirasakan memberikan banyan manfaat. Tidak sekadar sebagai upaya konservasi lingkungan, khususnya cadangan air tanah, telagadesa juga dimanfaatkan sebagai ruang publik. Terutama untuk tempat rekreasi keluarga, olahraga dan wisata. Contoh itu tergambar di Telagadesa Potorono.
Sejak selesai dibangun, telagadesa ini tak pernah sepi. Tiap pagi dan sore selalu ramai dikunjungi masyarakat. Mereka mulai dari anak-anak, remaja, orang tua hingga lanjut usia (lansia). “Telagadesa ini secara khusus ditujukan untuk menampung air hujan dari Sungai Mruwe atau Tambakbayan yang ada di dekatnya,” jelas Kepala Sekis Kesejahteraan Rakyat Desa Potorono Toriq Fauzi.
Berdasarkan pengalaman, saat terjadi banjir akibat siklus badai Cempaka pada akhir November 2017 lalu, telagadesa itu ikut berperan menampung luapan air Sungai Mruwe. Dampak positifnya dapat mencegah terjadinya banjir.
Ke depan, pengelolaan telagadesa itu akan ditangani kelompok sadar wisata (pokdarwis) sebagai salah satu unit badan usaha milik desa (BUMDes) Potorono. Pengelolaan itu mengingat potensi wisata yang ada di balik telagadesa tersebut. “Banyaknya warga yang datang menumbuhkan peluang ekonomi. Ada beberapa warga berinisiatif membangun warung,” terang dia.
Zainal Abidin, salah seorang warga yang tinggal di Banguntapan mengaku senang dengan dibangunnya telagadesa di Potorono. Dia kerap memanfaatkan untuk lokasi rekreasi sekaligus olahraga.
“Biasanya saya gowes dari rumah ke telagadesa itu. Hitung-hitung wisata akhir pekan yang murah meriah,” ujarnya sambil tertawa. Lokasi Telagadesa Potorono berada di Dusun Salakan. Jaraknya dari Kota Jogja hanya sekitar 9 kilometer. Lama perjalanan menuju lokasi sekitar 30 menit. Untuk sampai ke lokasi bisa ditempuh lewat Jalan Jogja-Wonosari atau Jalan Pasar Ngipik dari arah Kotagede.
Sambutan positif terhadap keberadaan telagadesa juga disampaikan Pemerintah Desa Selomartani, Kalasan, Sleman. Telagadesa di desa tersebut menggunakan tanah desa. Lokasinya di Dusun Plataran, Selomartani. Tepatnya tak jauh dari Monumen Plataran.
Beberapa waktu lalu BLH DIY bersama Pemerintah Desa Selomartani mengadakan pertemuan dengan masyarakat membahas pengelolaan telagadesa. Sekretaris Desa Selomartani Danang Krisnawanto berharap telagadesa dapat dikelola oleh masyarakat setempat sehingga dapat bermanfaat bagi Desa Selomartani. “Terlebih telagadesa berada di dekat Monumen Plataran sehingga dapat menjadi destinasi wisata baru di Selomartani,” harap Danang.
Upaya menjadikan telagadesa sebagai destinasi wisata baru juga dilakukan masyatakat Desa Ngestiharjo. Meski pembangunan telagadesa belum sempurna 100 persen, warga setempat berinisiatif membuat festival di lokasi tersebut.
Telagadesa Ngestiharjo diberi nama Telagadesa Semar Seto. Sesuai namanya, acara yang diiniasi warga Pedukuhan XII Sidorejo, Ngestiharjo disebut Festival Telaga Semar Seto. Kegiatan dilakukan pada Minggu (6/5) lalu. Berbagai acara digelar. Mulai dari lomba tumpeng jajanan tradisional, peresmian Pasar Srawung, pertunjukan tari hingga kirab bergada. “Telaga baru menjadi harapan masyarakat Sidorejo. Semoga nanti bisa menjadi destinasi wisata baru yang indah,” terang Ketua Panitia Festival Telaga Semar Seto Wishnu Susena.
Setiap Minggu pagi di Telaga Semar Seto digelar Pasar Srawung. Pasar ini sudah dibuka sejak 4 Februari 2018. Pasar ini khusus menyidakan makanan tradisional seperti nasi liwet, trancam, jamu semar seto dan lain sebagainya.
Konsepnya ingin membangun romantisme tempo dulu Bagi masyarakat yang ingin reuni dengan makanan tradisional tempo dulu, Pasar Srawung cocok untuk dikunjungi. Selain menikmati kuliner tradisional pengunjung juga bisa menikmati indahnya Telaga Semar Seto.
Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyambut baik inisiatif warga ini. “Kami bangga warga bisa menjadikan destinasi wisata dan menginisiasi Pasar Srawung ini,” katanya.
Halim berpesan agar kegiatan itu tidak sebatas seremoni dan agenda tahunan saja. Tapi harus benar benar menjadi sarana mempertahankan kearifan lokal sebagai upaya mendukung keistimewaan DIY. (kus/mg1)