SLEMAN – Salah satu terduga teroris Ismail, 50, ternyata memiliki prestasi mentereng di bidang olahraga judo. Ismail tercatat pernah menjadi atlet berprestasi di tingkat nasional kurun waktu 2004 hingga 2008. Tepatnya pernah meraih medali Perak Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 dan medali emas PON 2008.

Pradipto selaku mantan pelatih Ismail, tidak menyangka anak asuhnya itu terlibat peristiwa penangkapan terduga teroris yang dilakukan di Jogja beberapa hari lalu. Terlebih selama mengenal Ismail tidak ada tanda-tanda keterlibatan jaringan radikal.

Hanya saja diakuinya, selepas 2011 komunikasi dengan Ismail telah terputus. “Saya tidak menyangka, karena setahu saya orangnya komunikatif dan tidak tertutup. Tapi memang komunikasi terakhir 2011 dengan dia,’’ ujarnya.

Pradipto memandang Ismail orang yang berkomitmen tinggi. Tebukti saat berlatih benar-benar fokus. Pada awal keikutsertaan PON 2004 hanya meraih medali perak. Belajar dari kekurangan itu, Ismail meningkatkan porsi berlatih hingga akhirnya meraih medali emas PON 2008 di Kalimantan Timur.

Kala itu Pradipto menjadi pelatih pendamping bagi Ismail. Pengda Judo DIJ saat itu mengirimkan dua atlet terbaiknya. Selain Ismail adapula Toga Pramahita mengikuti PON 2004 dan 2008. Selepas Ismail pensiun, Toga berlanjut di ajang PON 2012 Palembang.

Ismail sempat menjadi ikon Judo Jogjakarta. Setiap atlet junior diminta belajar dari kegigihan Ismail selama berlatih. Meski dengan fasilitas seadanya namun tetap menargetkan raihan medali emas. “Sosok atlet pantang menyerah, mandiri, dan memiliki tekad kuat meraih prestasi. Raihan medali emas 2008 itu tidak terduga. Jadi ikon pembinaan Judo di Jogjakarta,” kata mantan Ketua Pengda Judo DIJ periode 2008-2012 ini.

Berkah dari prestasi ini Ismail mendapatkan bonus uang sebesar Rp 100 juta. Uang inilah yang kemudian digunakan untuk membuka usaha warung makan di Ngropoh Condongsari Condongcatur Depok. Adapula tawaran menjadi pegawai negeri sipil (PNS) namun Ismail tidak mengambil kesempatan ini.

Usai PON 2008, Ismail mulai mengurangi aktivitas judo. Terlebih kala itu usianya telah menginjak 36 tahun. Pradipto mengungkapkan Ismail ingin fokus pada usaha kuliner miliknya. Dia terakhir bertemu dengan Ismail medio 2011. “Tapi saat persiapan kontingen judo untuk PON 2012 saya dapat kabar dia diperbantukan sebagai pelatih. Melatih sampai 2015 setelah itu benar-benar off dan tidak terdengar lagi di judo Jogjakarta,” jelasnya. (dwi/din/mg1)