Kegiatan penanggulangan kemiskinan berbasis kampung menjadi fokus Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bentuknya lewat kegiatan pembinaan kelompok masyarakat desa melalui Segoro Amarto.

“Segoro Amarto merupakan gerakan yang diinisiasi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan inspirasi gerakan nenek moyang membangun Candi Borobudur dan Candi Prambanan serta merebut kemerdekaan dengan semangat gotong royong,” ungkap Kepala BPPM DIY Arida Oetami Senin  (23/7).

Dalam perjalanannya, Kota Yogyakarta yang pertama merespons gerakan tersebut. Ini dibuktikan dengan pencanangan Segoro Amarto oleh Gubernur DIY Hamengku Buwono X di Kampung Bangunrejo, Kricak, Tegalrejo, Kota Yogyakarta pada 24 Desember 2010.

“Nama Bangunrejo bermakna membangun kesejahteraan,” jelas Arida.

Adapun Segoro, dalam bahasa Jawa, artinya laut. Dikatakan, laut punya sifat iklas menampung limpahan air dari daratan. Segoro dapat berfungsi sebagai sarana interaksi dan transformasi antarkelompok masyarakat, budaya dan antarbangsa. Sedangkan Amarto di pewayangan merupakan negara yang menggambarkan kebaikan sifat masyarakatnya dengan pemimpin yang dapat menjadi teladan.

“Segoro Amarto mengedepankan kita daripada aku melalui empat pilar yakni kebersamaan, kepedulian, kemandirian dan kedispilinan,” terang Arida.
Sebetulnya Segoro Amarto telah dilaksanakan di Kota Yogyakarta sejak 2011 dengan uji coba di Kelurahan Kricak, Tegalrejo, Tegalpanggung, Danurejan dan Sorosutan, Umbulharjo. Hasilnya cukup signifikan. Angka kemiskinan di tiga kelurahan itu rata-rata turun 15 persen per tahun.

Keberhasilan Segoro Amarto itu pada 2018 ini makin diperkuat dengan sinergi antara Pemerintah Daerah DIY dengan Pemerintah Kota Yogyakarta melalui kegiatan kelompok masyarakat dengan model Segoro Amarto.

“Budaya gotong royong dapat diaplikasikan ke dalam pemberdayaan ekonomi demi mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di wilayah kantong kemiskinan. Sekaligus mengembangkan Segoro Amarto di tingkat basis atau kampung,” ungkap kepala BPPM DIY.

Target utama diprioritaskan ke keluarga dengan kriteria kartu menuju sejahtera (KMS) yang masuk ke dalam basis data terpadu (BDT) dan berdomisili di kelurahan kantong kemiskinan.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis Segoro Amarto dilaksanakan selama tiga tahun. Tahapannya Tahun I (2018) sosialisasi di enam kelurahan dengan membentuk Paseduluran Segoro Amarto di lokasi sasaran dilanjutkan pelatihan tahap awal.

Tahun II (2019) pendampingan dan pembinaan sekaligus monitoring dan evaluasi. Tahun III (2020) melibatkan korporasi melalui corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

Selama lima hari sejak Senin (16/7) hingga Jumat (20/7) diadakan sosialisasi enam kelurahan. Yakni Kelurahan Pringgokusuman, Gedongtengen, Kelurahan Gedongkiwo, Mantrijeron dan Kelurahan Prawirodirjan, Gondomanan. Kemudian KelurahanPandeyan, Umbulharjo serta Kelurahan Prenggan, Kotagede.

Selain dari BPPM DIY, sosialisasi juga menghadirkan narasumber Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad dan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMP2A) Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat.

Saat memberikan sosialisasi di aula Masjid Al Ihsan RW 2 Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Octo mengungkapkan banyak kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kota Yogyakarta. Di antaranya ada bantuan block grand sebesar Rp 125 juta untuk setiap kelurahan. Karena itu, dia berharap masyarakat berperan secara aktif.

“Nek ora ono karep ora bakal usul (kalau tidak punya niat tidak akan usul,Red). Syaratnya kalau ingin maju kudu duwe karep lan duwe usul (harus punya niat sekaligus usul, Red),” lanjut dia.

Birokrat yang pernah menjadi camat Danurejan ini mengungkapkan dalam setahun anggaran makan minum (mamin) di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta mencapai Rp 48 miliar. Dana sebanyak itu diharapkan tidak dinikmati toko-toko atau perusahaan roti semata. Namun bisa diakses oleh usaha kuliner masyarakat melalui usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Ada program Gandeng Gendong yang dicanangkan Pemerintah KotaYogyakarta,” katanya. Gandeng Gendong melibatkan unsur dan kelompok dengan lima K. Yakni kota (pemerintah), kampung, komunitas, korporasi dan kampus. (kus/mg1)