Mungkin tak banyak yang tahu jika Dusun Kadilobo, Purwobinangun, Pakem, Sleman menyimpan sejarah penting. Di dusun itulah lahir seorang tokoh yang tercatat dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Dia adalah Sayuti Melik. Sosok yang disebut-sebut sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945.
Sayuti Melik memiliki nama asli Mohammad Ibnu Sayuti pada 2 November 1908. Tri Sutikna, salah seorang kerabat jauh Sayuti, mengatakan, nama Melik bukanlah asli pemberian dari orang tua Sayuti. Sebutan Melik disematkan pada nama Sayuti karena postur tubuhnya yang kecil. “Dipanggil Melik karena kecil. Istilahnya melik-melik,” tutur Tri kepada Radar Jogja, Kamis (16/8). Tri merupakan generasi keempat kerabat ayah Sayuti Melik.

Dahulu, lanjut Tri, ketika zaman penjajahan, tentara Belanda sering mendatangi dusunnya. Misi mereka mencari Sayuti. Namun setiap kali datang mereka gagal menangkap Sayuti Melik. “Bahkan kandang kerbau milik kakek kami dibakar tentara Belanda karena kecewa,” katanya.

Kendati tidak mengenal secara langsung sosok Sayuti, Tri merasa beruntung karena bisa menemuinya lewat cerita-cerita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada rasa kebanggan tersediri lantaran menyandang status kerabat Sayuti Melik.

Selain itu, dia memuji Sayuti Melik sebagai sosok panutan. Baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Menurutnya, sepak terjang Sayuti yang juga teman dekat Bung Karno harus ditiru generasi muda. Agar mau berjuang dan berusaha menggapai cita-cita.

Dusun Kadilobo tak hanya menjadi saksi sejarah, tapi juga ikatan emosional terhadap Sayuti Melik. Banyak kerabat Sayuti yang berdomisili di daerah Pakem. Terutama di Kadilobo. “Masih banyak kerabat Sayuti, selain saya dan kakak saya, Yuli Suryono, ini,” kata Tri seraya menunjuk Yuli yang duduk di sebelahnya.

Di Pakem, semangat perjuangan Sayuti Melik diabadikan pada beberapa tempat. Ada Bank Sampah Sayuti Melik yang berdiri sejak 2008. Kini, yang terbaru adalah Yayasan Sayuti Melik (YSM). “Dulu sempat diprotes karena menyamakan Sayuti Melik dengan sampah,” ujarnya.

Tri menjelaskan, penamaan bank sampah itu bukan bermaksud untuk menyamakan citra Sayuti dengan sampah. Namun, untuk meniru semangat Sayuti dalam memilah, mengolah, dan memanfaatkan segala sesuatu dalam perjuangan kemerdekaan.

Sama halnya dengan YSM. Semangat Sayuti juga tertanam di sana. Upaya untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat lewat jalur pendidikan. “Kami juga ada bimbingan belajar (bimbel) bahasa Inggris, ada perpustakaan Sayuti Melik juga,” jelasnya.

Bagi Tri, kemerdekaan yang direbut dengan perjuangan dan darah hendaknya disyukuri. Karena dengan perjuangan ini, Indonesia dapat berdiri di kaki sendiri. “Sehingga kemerdekaan adalah lepas dari belenggu dan jalan menuju kesejahteraan,” urainya. (har/yog/mg1)