Pidato Presiden Soekarno pada 1962 lalu masih diingat jelas oleh Suharno. Orasi dari Bung Karno itulah yang menjadi pelecut baginya untuk mengabdi. Bahkan sampai saat ini di usia senjanya. Seperti apa kisahnya?
JAUH HARI WAWAN S, Sleman
Genggaman tangannya masih kuat ketika Radar Jogja mengajaknya bersalaman. “Apa kabar?” sapanya ketika ditemui, Kamis (16/8).
Tubuhnya memang sudah terlihat renta. Pada mukanya nampak mata cekung dan pipi yang sudah tidak penuh dengan daging. Kepalanya pun dipenuhi dengan rambut berwarna putih. Tapi, pria 76 tahun itu tetap dapat berdiri tegap. Langkahnya pun masih pasti.
Dengan balutan seragam, dia masih nampak gagah. Saat ini pangkatnya Sertu. “Sudah sejak usia 20 tahun saya mulai ikut kesatuan,” kata Suharno mengawali kisahnya.
Semangatnya tersebut terlecut oleh orasi dari Presiden pertama RI Bung Karno pada 19 Mei 1962 di Istana Negara Jakarta. Saat itu Sang Putera Fajar mengajak masyarakat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat sebelum ayam jantan berkokok pada 1 Januari 1963. “Rebut Irian!,” kata Suharno menirukan pidato Bung Karno kala itu.
Ditambah usianya masih muda dan ada kesempatan untuk membela Ibu Pertiwi, warga Lumbungrejo Tempel Sleman itu ikut mendaftar wajib militer. “Saya masuk ke wajib militer darurat tiga tahun kembali ke masyarakat,” kata dia bersemangat.
Karena itu pada 1962 dia diberangkatkan ke Irian Barat atau yang sekarang diberi nama Papua. Tapi hanya sebentar, dia harus kembali ke Jawa. Karena saat itu PBB sudah meminta pada Belanda untuk menyerahkan kekuasaan Irian Barat ke Indonesia. “Pasukan yang sudah ada di sana ditarik dan mereka menurut,” paparnya.
Selepas Papua, petualangannya tidak berhenti. Dia memilih untuk tidak keluar dari kesatuan. Benar saja, tugas negara kembali memanggil. Selang beberapa waktu, dia dikirim ke Kalimantan Utara saat konfrontasi Indonesia-Malaysia. “Pada 1964 tepatnya saya ke Kaltara,” ungkapnya.
Di Kaltara Suharno mengaku petualangannya lebih seru. Bahkan sampai terjadi kontak senjata. Dengan sedikit memeragakan kejadiannya, dia menceritakan betapa gugupnya ketika terjadi kontak senjata. “Sampai tidak fokus saat memakai sepatu,” kelakarnya.
Setelah itu Suharno bergabung dengan Kesatuan Angkatan Darat (AD) Bataliyon Siliwangi 324. Hingga 1971 dia tinggal di Kalimantan bersama istrinya. Lalu pindah ke Bandung. “Tidak lama kemudian ke Jogja hingga sekarang,” tutur ayah enam anak itu.
Sebagai veteran pembela kemerdekaan, pada peringatan HUT RI ke-63 ini dia berpesan kepada para generasi muda agar terus mengisi kemerdekaan dengan berjuang sekuat tenaga. Apapun yang dilakukan apapun bidangnya haris ditekuni. “Yang benar katakan benar, yang salah katakan salah,” pesannya. (pra/mg1)