Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan (UUK) menjadi tonggak ”Jogja Istimewa”. Keberadaan UUK sepenuhnya ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

AMANAT MULIA: Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X saat melantik Parampara Praja di Bangsal Kepatihan Yogyakarta pada 30 Agustus 2016. (PEMPROV DIY FOR RADAR JOGJA)

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X selalu menekankan keutamaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan (UUK) untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera. UUK wajib dimanfaatkan untuk membangun masyarakat yang berintegritas dan berkebudayaan sesuai dengan semangat yang terkandang dalam moto Jogja Istimewa.

Jogja Istimewa bukan sekadar untuk menunjukkan DIY sebagai daerah berstatus istimewa. Lebih dari itu, Jogja Istimewa mesti melandasi langkah menjadikan DIY sebagai terbaik, terbersih, dan terjujur.

Keutamaan UUK sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat sejahtera tersebut ditegaskan Sultan HB X dalam berbagai kesempatan. Termasuk ketika melantik Ketika melantik Parampara Praja periode 2016-2019 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta. Beliau menegaskan, keberadaan Parampara Praja memiliki peran penting delaam pelaksanaan UUK.

Menurutnya, menyatakan Parampara Praja sejatinya salah satu tonggak strategis dalam rangkaian milestone menuju Keistimewaan Yogyakarta yang otentik. Yakni, terwujudnya kesejahteraan rakyat. “Mengapa saya anggap strategis? Karena lembaga nonstruktural ini memiliki tugas istimewa untuk memberikan pertimbangan kepada gubernur tentang situasi yang berkaitan dengan program-program Keistimewaan DIY,” katanya.

Dalam konteks tersebut, Sultan HB X melanjutkan, penghargaan atas Keistimewaan DIY tidak cukup hanya dengan merawat kenangan dan berpangku tangan sambil bernostalgia saja. penghargaan atas Keistimewaan DIY harus ditunjukkan dengan membangkitkan semangat untuk cancut taliwanda, golong gilig, dan saiyeg-saeko kapti dalam membangun kesejatian Jogja Istimewa demi tercapainya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat.

Ketika memperingati lima tahun pengesahan UUK Nomor 13 Tahun 2012 yang ditandai dengan Kenduri Rakyat di Pasar Beringharjo Yogyakarta pada 31 Agustus 2017, di depan para pedagang dan masyarakat, Sultan HB X menyatakan Kestimewaan DIY harus memberi manfaat nyata dalam kehidupan masyarakat. “Keistimewaan DIY harus bermanfaat bagi seluruh rakyat Yogyakarta. Tanpa membedakan asal-usul dan agama,” ujarnya.

Hari Keistimewaan merupakan momentum penting sebagai penanda semangat dan perjuangan untuk terwujudnya UUK. Waktu yang dibutuhkan untuk lahirnya UUK sangat panjang. UUK dibahas dalam periode beberapa presiden mulai Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnopuri, hingga akhirnya ditetapkan saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Bagi saya, itu memang proses yang harus dijalani. Akhirnya bisa terwujud di 2012,” jelas Sultan HB X.

Sultan HB X menekankan pentingnya peran Parampara Praja yang dibentuk sebagai tindak lanjut penerapan Perdais (Peraturan Daerah Istimewa) Nomor 3 Tahun 2015. Anggota Parampara Praja adalah Prof Dr Mahfud MD, Prof Dr dr Soetaryo SpA(K), Prof Dr AM Hermin Kusmayati SST SU, Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc, Prof Dr M Amin Abdullah, Suyitno SH MS, GKR Mangkubumi, dan GPH Wijoyo Harimurti.

Beliau berharap anggota Parampara Praja berfokus pada intangible characteristic (karakteristik tidak berwujud), pengutamaan nilai-nilai untuk menginspirasi ke arah perubahan pola pikir pegawai negeri sipil dari pola pemerintahan yang biasa ke pola istimewa. ”Perubahan karakter tersebut untuk menjawab pertanyaan, bagaimana membumikan budaya Yogyakarta menjadi pedoman sikap dan tindakan PNS yang diwujudkan dalam kemampuan berinovasi, kecepatan responsif terhadap lingkungan strategis, dan peningkatan pelayanan masyarakat,” jelasnya.

Sultan HB X memaparkan, inovasi, inisiatif, dan kemauan besar untuk maju pada PNS nantinya akan menggeser pola nengga dawuh yang sering terdengar di lingkaran birokrasi. Anggota Parampara Praja diharapkan mampu menginspirasi birokrat dengan mengaktualisasikan nilai-nilai filosofis budaya Yogyakarta.

Hamemayu-hayuning-bawana, Manunggaling Kawula Gusti, Catur Gatra Tunggal, maupun filosofi lainnya perlu diterjemahkan dalam bentuk riil pada berbagai sikap dan tindakan pegawai negeri sipil. ”Parampara Praja agar mampu mengakselerasi kinerja PNS agar Jogja Istimewa bukan sekadar wacana, tetapi realita yang berwujud nyata,” tegasnya. (*/amd/mg1)