JOGJA – Penularan penyakit HIV/AIDS di Jogjakarta kian memprihatinkan.Dinas Kesehatan (Dinkes) DIJ mencatat, jumlah pengidap HIV secara kumulatif sejak 1993 mencapai 4.472 orang. Sedangkan pengidap AIDS sebanyak 1.654. Ironisnya, pengidap HIV/AIDS didominasi usia produktif. Yakni 1.402 orang usia 20-29 tahun dan 1.229 pengidap usia 30-39.
“Paling banyak kalangan mahasiswa, 739 orang. Sedangkan kalangan swasta 667,” ungkap Kepala Seksi Pengendalian Penyakit, Dinkes DIJ Setyarini Hestu Lestari Senin (3/9).
Data itu menunjukkan jika human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) masih menjadi salah satu momok kesehatan masyarakat Jogjakarta. Yang terbaru, Dinkes DIJ mendapati sedikitnya 315 pengidap HIV baru. Dari jumlah tersebut, 39 di antaranya positif AIDS. Data tersebut berdasarkan identivikasi dinkes pada triwulan kedua 2018. Sedangkan pada 2017 tercatat ada 398 pengidap HIV, dengan 27 di antaranya positif AIDS. “Jumlah pendidap HIV/AIDS didominasi laki-laki,” jelasnya.
Menurut Hestu, perkembangan teknologi yang semakin canggih turut berpengaruh pada peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS. Namun, sejauh ini belum semua rumah sakit bisa melakukan penanganan HIV/AIDS karena belum memiliki layanan ARV (antiretroviral). Adapun beberapa fasilitas kesehatan (faskes) yang memiliki layanan ARV, antara lain, Rumah Sakit Panti Rapih, RS PKU Muhammadiyah, dan RS Bethesda. Lalu Puskesmas Mantrijeron, Umbulharjo 1,Gedongtengen, Tegalrejo, Ponjong 1 (Gunungkidul), Tempel (Sleman), dan Kretek (Bantul). Serta seluruh rumah sakit umum daerah (RSUD) se-Provinsi DIJ. “Kalau sekadar untuk konsultasi bisa dilakukan di semua puskesmas,” tutur Hestu.
Pengidap HIV/AIDS disarankan rutin minum obat untuk menekan angka kematian. Juga rutin cek kesehatan. “Kalau sudah diobati akan turun virusnya,” sambungnya.
Guna menekan angka pertumbuhan pengidap HIV/AIDS, kata Hestu, Dinkes DIJ berupaya melakukan tindakan promotif dan preventif. Pencegahan penularan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, penanaman nilai agama.
Kabupaten Sleman termasuk wilayah dengan pengidap HIV/AIDS tertinggi di DIJ. Data akumulasi menunjukkan ada 945 pengidap per 2017. Itu termasuk 105 pengidap baru di tahun yang sama. Sementara pada triwulan kedua 2018 ditemukan 42 pengidap HIV/AIDS baru.
“Sebelum 2017 ada 840 pengidap HIV/AIDS,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Dulzaini.
Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun mengaku prihatin melihat kondisi tersebut. Menurutnya, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bisa menjadi solusi mencegah penularan HIV/AIDS. Dan yang terpenting setiap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tak malu untuk berkonsultasi dengan dokter. “Jika tahu ada gejala, segera periksa. Jangan malu,” tegasnya.
Dikatakan, Pemkab Sleman terus berupaya memerangi HIV/AIDS di semua lapisan masyarakat. Dia berharap, khususnya generasi muda, untuk menghindari prilaku yang dapat memicu terjangkitnya HIV/AIDS. Pemkab juga menyasar kelompok rawan, seperti mahasiswa dan anak usia sekolah. Salah satunya dengan menggencarkan sosialisasi antipergaulan bebas. Demi mencegah terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS). (tif/har/yog/fn)