JOGJA – Gempa 7,7 SR dan tsunami yang melanda wilayah Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah (Sulteng) juga membawa duka bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang menimba ilmu di Jogjakarta.
Demi meringankan beban sesama, perwakilan mahasiswa Sulteng di Jogjakarta membuka Posko Terpadu Peduli di Asrama Pelajar Sulawesi Tengah, Jalan Kapten Laut Samadikun No 4, Mergangsan, Kota Jogja.
Selain dukungan moral, posko juga menyalurkan bantuan finansial. Khususnya bagi pelajar/mahasiswa yang uang saku bulanannya menipis.
“Bisa datang ke sini (posko). Kami sediakan dapur umum untuk mereka makan dan kami bantu keuangan bagi yang membutuhkan,” ungkap Sekretaris Posko Peduli Sulteng Amrullah Lamondjong kemarin (1/10).
Amrullah mengimbau seluruh mahasiswa dan pelajar Sulteng, khususnya asal Palu dan Donggala, melapor ke posko guna pendataan. Sekaligus berbagi informasi tentang perkembangan terkini kondisi pascabencana Sulteng. Juga demi memudahkan para relawan dalam upaya meringankan beban mereka yang keluarganya menjadi korban gempa dan tsunami.
“Teman-teman yang keluarganya menjadi korban (gempa dan tsunami) juga butuh pendampingan psikolog,” tuturnya.
Sejauh ini tak kurang 140 mahasiswa/pelajar Sulteng terdata sebagai kelaurga korban terdampak bencana. Dari jumlah tersebut, 127 orang belum mendapat kabar mengenai keluarga mereka.
Amrullah memperkirakan, data tersebut akan terus bertambah. Mengingat banyaknya pelajar Sulteng di Jogjakarta. “Di posko kami bisa saling berbagi untuk sekadar mengurangi rasa khawatir,” ungkap alumnus Universitas Ahmad Dahlan tersebut.
Dikatakan, setiap informasi dari keluarga korban Sulteng akan disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta Pemprov DIJ. Menurut Amrullah, perhatian Pemprov DIJ sangat bagus bagi para mahasiswa korban Sulteng.
Mereka juga sempat berkunjung di Asrama Pelajar Sulteng untuk doa bersama dan memberi motivasi bagi keluarga korban pada Sabtu (29/9).
Posko peduli, kata Amrullah, membuka diri bagi siapa pun yang ingin menyumbang atau menggalang donasi bagi korban Sulteng. Kendati demikian, guna menghindarkan penyalahgunaan dana, Amrullah berharap penggalangan donasi disertai surat izin posko.
Aksi peduli gempa dan tsunami Sulteng juga datang dari warga Gunungkidul. Sebagai bentuk empati, para siswa dan guru SMPN 3 Wonosari menggalang dana untuk disalurkan kepada para korban. Mereka juga menggelar salat gaib bagi para korban meninggal. Aksi melibatkan 576 orang.
Kepala Sekolah SMPN 3 Wonosari Mulyadi mengatakan, kegiatan tersebut merupakan perwujudan nawacita pendidikan dari berbagai aspek. Mulai religius, gotong royong, integritas, dan juga nasionalisme.
“Salat gaib bagi siswa beragama Islam. Sedangkan yang kristiani doa bersama,” katanya.
Dalam kesempatan itu Mulyadi mengimbau para mahasiswa dan pelajar asal Sulteng untuk tetap tabah dan semangat belajar. Serta tidak putus asa.
Afif Asyam Nurrohman, salah seorang murid, mengaku terharu dengan kondisi warga Palu dan Donggala pasca bencana. Dia mengikuti perkembangan berita melalui media massa.
“Semoga bantuan ini bermanfaat,” harapnya.
Kegiatan doa bersama dan penggalangan dana di SMPN 3 Wonosari bukan kali pertama dilakukan. Hal serupa juga diselenggarakan saat gempa di Nusa Tenggara barat (NTB) beberapa waktu lalu.
Salat gaib juga dilakukan sekitar 300 siswa SDIT Salsabila 2 Klaseman Ngaglik, Sleman kemarin. Selain sebagai pembelajaran bagi para siswa, kegiatan tersebut bertujuan menggugah rasa empati. Sekaligus pengenalan salat gaib bagi siswa kelas 1.
“Kami mencoba untuk membantu sebisanya dengan panggalangan dana dan doa,” tutur Kepala Sekolah SDIT Salsabila 2 Klaseman Muhammad Zaelani. (cr9/gun/yog)