JOGJA – Cawapres Mar’uf Amin bersilaturahmi ke Rumah Maiyah di Kadipiro, Jogja. Dia berdiskusi dengan Emha Ainun Nadjib serta para anak muda yang sering beraktivitas di Rumah Maiyah.

“Hari ini saya sangat bersyukur bisa diterima oleh Emha Ainun Nadjib, budayawan dan tokoh yang terkenal dan menerima silaturahmi saya,” kata Kiai Ma’ruf, ketika memulai bicara pada pertemuan yang berlangsung santai dan terbuka, di teras Rumah Maiyah, Minggu sore (14/10).

Selain Cak Nun, hadir sejumlah anak muda yang selama ini beraktivitas bersamanya. Termasuk putranya, Noe Letto atau Sabrang Mowo Damar Panuluh.

Ma’ruf bercerita soal dirinya diminta menjadi cawapres untuk mendampingi Presiden Jokowi di Pemilu 2019. Bahwa banyak orang yang mengejek dan menyindir dirinya, karena sudah berusia tua masih mau menjadi cawapres. Dia mengaku dirinya menjawab hal demikian dengan perumpamaan lewat cerita orang yang sudah tua namun tetap menanam pohon. Bukan untuk bisa menikmati buahnya, namun justru mempersiapkan bagi generasi berikutnya.

“Saya hanya ingin memberi sesuatu yang memberi manfaat kepada generasi sesudah saya,” katanya.

Dia juga bercerita bahwa dirinya melihat pentingnya menjaga dan mengawal kerukunan dan kemajemukan bangsa, baik dari sisi agama maupun etnis. Sebab kalau tak dikawal, maka potensi konfliknya besar.

Pada bagian akhir di awal pembicaraan itu, Kiai Ma’ruf secara terbuka memohon masukan dan saran dari Emha Ainun Nadjib dan kawan-kawannya di Rumah Maiyah

Menjawab itu, Cak Nun mengatakan bahwa dia bersyukur sekali karena seorang kiai senior seperti Kiai Ma’ruf bersedia datang serta bersilaturahmi kepada dirinya.

“Saya bersyukur kepada Allah karena Pak Kiai Ma’ruf datang. Saya sebenarnya tak merasa pada levelnya didatangi Pak Kiai,” ujar Cak Nun.

Cak Nun mengungkapkann, dalam politik dia tak memiliki peran apa-apa. “Wasit ya bukan, hakim garis ya tidak. Official juga tidak. Penonton saja,” kata Cak Nun.

Pada kesempatan itu, dengan agak bersenda gurau, Cak Nun mengakui bahwa gempa dalam bentuk masalah pluralisme lebih banyak dibanding gempa alam yang terjadi.

“Sekarang gempa lebih banyak di manusianya daripada di alamnya,” ungkapnya. (ila)