PAMERAN produk daur ulang di Mal Malioboro merupakan bagian dari komitmen Pemda DIY. Selama ini BLH DIY secara rutin menggelar pameran-pameran produk daur ulang di pusat-pusat perbelanjaan terkemuka di Jogja. Sebelum di Mal Malioboro, pameran serupa diadakan di Jogja City Mall (JCM) Jalan Magelang, Sleman.

“Lewat pameran sebagai upaya memfasilitasi JPSM memamerkan produk-produk unggulan mereka,” ujar Sekretaris BLH DIY Maladi Kamis (15/11).

KARYA KREATIF: Pengunjung pameran tertarik melihat aneka barang daur ulang. Mereka menilai produk itu termasuk karya kreatif. (SETIAKY/RADAR JOGJA)

Selain mengadakan pameran di Jogja, BLH DIY juga kerap mengikutsertakan JPSM dalam kegiatan di level regional maupun nasional. JPSM selalu berperan aktif mengikuti pameran-pameran yang berlangsung di luar daerah.

Maladi menilai, lewat pameran itu menjadi sarana yang efektif menyosialisasikan JPSM ke khalayak. Terutama mengenalkan produk daur. Dipilihnya mal juga bukan tanpa alasan. Menurut dia, mal menjadi salah satu tempat favorit dikunjungi orang. Apalagi sekarang ada tren belanja sebagai wisata. Karena itu, dia menganggap cukup tepat bila pameran daur ulang itu dilangsungkan di mal.

Dari pengamatan Maladi, masing-masing JPSM punya produk khas yang membedakan antar kabupaten dan kota se-DIY. Dia memberikan contoh JPSM Kota Yogyakarta yang menghasilkan produk sampah ecobricks. Diterangkan, ecobricks berupa botol-botol minuman yang diisi sampah plastik sampai padat. Lalu direkatkan satu denga lainnya dengan lem.

Kemudian dijadikan barang-barang yang berguna untuk keseharian. Misalnya untuk membuat meja, kursi dan sofa. Bahkan tembok rumah atau dinding penyekat ruangan. Barangbarang dari ecobricks ini ini bisa bertahan sampai 80 tahun.

Berbicara sampah, Maladi mengatakan, volume timbunan sampah di DIY pada 2017 mencapai 9.069,91 meter kubik per hari. Dari jumlah itu, penanganan oleh masyarakat melalui JPSM maupun tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, kurang lebih 60 persen. “Sampah yang masuk ke Piyungan sebanyak 10 persen dan yang belum terkelola sebesar 30 persen,” terangnya.

Dari data itu, 30 persen sampah yang belum terkelola berada masyarakat. Sampai saat ini masih banyak masyarakat membuang sampah sembarangan. Belum semua rumah tangga dan fasilitas umum memiliki tempat sampah terpilah.

Ditambah masih banyak masyarakat melakukan pembakaran sampah. Kondisi itu, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Khususnya terkait dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun dampak lingkungan lainnya. Terutama yang berhubungan dengan tanah, air, udara dan derivatifnya yang mengganggu saluran air atau sungai yang tersumbat, sehingga saat musim hujan dapat memicu terjadinya banjir. (kus/gp/mg3)