JOGJA – Ada pemandangan tak biasa di kompleks Kepatihan Rabu (22/11). Persisnya saat Gunungan Lanang yang dikirab dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ke kompleks kantor gubernur itu dirayah. Puluhan aparatur sipil negara (ASN) yang ngantor di kompleks Kepatihan itu ikut nimbrung bersama ratusan warga. Memperebutkan berbagai isi gunungan. Padahal, jarum jam menunjukkan masih pukul 11.00. Alias masih masuk jam kerja.

Sekprov DIJ Gatot Saptadi mengawali rayahan gunungan Garebeg Maulud di Kompleks Kepatihan. (SETIAKY A KUSUMA/RADAR JOGJA)

Namun, Sekprov DIJ Gatot Saptadi yang melihat puluhan ASN meninggalkan ruangan kerjanya itu tak ambil pusing. Dia memakluminya.

”Boleh-boleh saja lah. Tidak hanya event yang seperti ini, event lain di pemerintah daerah (ASN yang ikut nimbrung, Red) juga banyak,” kelit Gatot tanpa menyebut event di daerah mana yang dia maksud.

Baginya, keikutersertaan ASN dalam momen Grebek Maulud bukan masalah besar. Toh, puncak acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW ini hanya sebentar. Kendati begitu, Gatot menekankan, target pekerjaan dan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab puluhan ASN tersebut tidak terganggu. Meski, ada regulasi yang mengatur jam kerja ASN. Di antaranya, Peraturan Pemerintah (PP) No. 53/2010 tentang Disiplin PNS. Dalam Pasal 3 Angka 11 PP ini disebutkan bahwa PNS wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

”Aturannya jam kerja ya kerja. Tapi kalau ada seperti ini, ya, yang penting target kerjaannya. Kowe oleh ngene, tapi yo lembur (kamu boleh ikut memperebutkan gunungan, tapi harus lembur),” dalihnya.

”Lho acara grebeg maulud di Kepatihan itu acara resmi ASN. Kok tanya sanksi to? Yang namanya resmi ya berlaku untuk ASN to? Kok dibedak-bedakke,” sambungnya.

Grebek Maulud di kompleks Kepatihan dimulai sekitar pukul 11.00. Diawali dengan dua ekor gajah yang disusul Prajurit Bugis dan Prajurit Surakarsa memasuki kompleks kantor gubernur. Gunungan Lanang yang diarak prajurit dengan seragam merah berada di belakangnya.

Gunungan ini persis dengan yang diserahkan ke Kadipaten Puro Pakualaman. Gunungan setinggi sekitar dua meter ini berisi hasil bumi. Seperti ketela, telur bebek, cabai merah, kacang panjang, dan kentang.

Di kantor gubernur, gunungan ini diterima Gatot Saptadi. Usai doa bersama, Gatot langsung mengawali rayahan gunungan. Dengan mengambil sejumlah isi gunungan. Lalu, menyerahkannya kepada sejumlah pejabat yang hadir.

Gunungan kemudian dibawa ke halaman Masjid Sulthoni Kepatihan. Untuk diperebutkan warga. Ratusan pengunjung yang telah menunggu sejak pukul 10.00 di halaman Bangsal Wiyotoprojo pun langsung bergerak. Dalam waktu singkat, hasil bumi gunungan ludes dirayah.

Yang menarik, di antara kerumunan pengunjung itu adalah warga asing. Salah satunya, Wang Su Jin. Relawan KOICA asal Korea selatan ini mengatakan, negaranya juga memiliki banyak budaya. Namun, belakangan kian tergerus. Perubahan peradaban modern sebagai penyebabnya. Berbeda dengan di Jogjakarta.

”Di Jogjakarta ada banyak usaha untuk menjaga budayanya. Pemerintahnya aktif mengenai kegiatan seperti ini, sehingga saya merasa wah,” puji pria yang baru kali pertama melihat dari dekat acara Grebek Maulud. (tif/zam/fj/mg3)