JOGJA- Mahalnya ongkos untuk pengelolaan bangunan cagar budaya (BCB) membuat pemiliknya keberatan dengan status yang diberikan. Akhirnya banyak warga yang rumahnya, seharusnya masuk kategori BCB, menjual bangunan tersebut.
“Ya gimana lagi, gak kuat bayar pajaknya. Setahun bisa 50-60 juta,” kata Rahmi pemilik bangunan cagar budaya dalam focus group discussion (FGD) yang digagas Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta di Ibis Style Hotel Selasa (4/12).
Warga Kecamatan Wirobrajan itu mengungkapkan, selama ini pemerintah hanya memberikan keringan pajak. Itupun masih dirasa sangat tinggi. Belum lagi biaya renovasi bangunan seperti pengantian tegel, genteng, dan lain sebagainya yang juga tidak murah.
“Sebenarnya tidak masalah biaya sendiri. Tapi pemerintah kan mintanya kalau bangunan cagar budaya seperti rumah kami jangan diubah bentuknya. Nah itu yang susah,” kata Tri Handoko Warga Pakuncen yang juga pemiliki bangunan cagar budaya. “Soalnya kalau sudah rusak mau memperbaiki seperti semula itu susah karena materialnya sudah jarang ditemukan,” tambahnya.
Tri mengaku sejak mengantongi SK pada 1998 pihaknya selalu melakukan perawatan sendiri. Tak ada cawe- cawe dari pemerintah. Padahal di wilayahnya ada empat bangunan yang sudah masuk dalam kategori cagar budaya.
Menanggapi hal itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharso menjelaskan, untuk pengelolaan BCB Dinas Kebudayaan mendapat alokasi dana dari APBD ataupun Danais. Namun Danais yang yang diterima untuk pengelolaan bangunan cagar budaya memang belum sesuai harapan.
“Tahun ini misalnya kami menganggarkan Rp 12 miliar untuk pengelolaan bangunan cagar budaya. Namun yang disetujui hanya Rp 1,5 miliar,” kata Eko.
Padahal di DIY sendiri ada ratusan bangunan cagar budaya yang perlu mendapat perhatian. Termasuk memiliki Perda DIY No 6 tahun 2012 tentang pelestarian warisan budaya dan cagar budaya.
“Saat ini baru 44 bangunan yang kami setujui untuk dilakukan pemeliharaan. Semoga tahun depan bisa lebih,” tuturnya.
Karena itu pada 2019, Disbud Kota Yogyakarta mentargetkan setidaknya 100 bangunan dapat dilakukan pemeliharaan.
Seperti yang tertera dalam UU no 11 tahun 2010 terkait benda, bangunan, atau struktur yang dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, adalah berusia 50 tahun atau lebih, memiliki masa gaya paling singkat 50 tahun, memiliki arti bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan, serta memiliki budaya penguayan kepribadian bangsa.
Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Dian Novitasari tak menampik jika alokasi Danais untuk pengelolaan bangunan cagar budaya porsinya masih sangat kecil. Legislatif pun juga tidak dapat intervensi karena sudah diplot. (*/met/pra/fn)