BANTUL – Mata Faishol Muslim terlihat sembab. Menantu tertua KH Munawwir Abdul Fatah itu tak sanggup menutupi kesedihannya. Menyusul kepergian sang mertua Kamis (27/12) malam.

Di matanya, Kiai Munawwir sebagai sosok yang sangat dekat dengan anggota keluarganya. Mulai anak, menantu, hingga cucu-cucunya. Tak jarang penyusun kamus Al-Bisri itu mengajak anggota keluarganya keluar sekadar makan bersama. Kiai Munawwir juga kerap memberikan hadiah berupa majalah dan buku kepada cucu-cucunya.

”Sampai sekarang anak-anak jadi hobi membaca semua,” tuturnya saat ditemui usai pemakaman KH Munawwir Abdul Fatah Jumat (28/12). Kiai Munawwir dimakamkan di Sorowajan, Panggungharjo, Sewon. Di sebelah makam sesepuh Pondok Pesantren Krapyak, KH Zainal Abidin Munawwir.

Sebagai menantu, Faishol jarang melihat Kiai Munawwir marah. Dikenal sebagai sosok penyabar dan humoris. Di mata keluarga, Mustasyar PW NU DIJ itu merupakan sosok teladan.

”Salah satu pesan beliau pendidikan terbaik adalah memberikan contoh secara langsung,” tuturnya.

Muhammad Imdad, anak kedua Kiai Munawwir menceritakan, almarhum ayahnya jarang mengeluh sakit. Meski sejak 2010 dokter memasang ring di pembuluh darah jantungnya. Kondisinya memburuk sejak Rabu (26/12). Persisnya setelah Salat Subuh.

Ro’is Syuriah PWNU DIJ KH Mas’ud Masduki mengatakan almarhum termasuk sosok langka. Selain humoris, almarhum juga sangat dekat dengan siapapun. Tak terkecuali para santri.

”Sudah menyatu dengan keluarga besar Al-Munawwir,” katanya. (ega/zam/fn)