HUJAN lebat yang melanda wilayah Sleman Rabu (30/1) merusakkan sarana infrastruktur. Salah satunya jembatan gantung Kalijaga di Dusun Karang Wetan, Kalitirto, Berbah. Belum genap berumur dua pekan, jembatan yang diresmikan pada Jumat (18/1) itu roboh. Akibat tak mampu menahan arus Kali Opak Rabu (30/1) sore.
Padahal jembatan sepanjang 60 meter itu merupakan akses utama dan tercepat bagi warga RT 06 Karang Wetan. Untuk menjangkau wilayah seberang Kali Opak. Putusnya jembatan itu menyebabkan sedikitnya 34 kepala keluarga (KK) harus memutar sejauh 10 kilometer.
Untuk menjangkau wilayah seberang Kali Opak. “Satu-satunya jalan ya lewat Bantul,” keluh Heri Muliantoro, warga setempat, kemarin (31/1).
Menurut Heri, ketinggian jembatan dari permukaan aliran sungai memang rendah. Sebab, sejauh ini belum ada sejarah Kali Opak dilanda banjir.
Dikatakan, aliran air mulai terlihat meninggi sejak pukul 15.00. Arus air juga membawa sampah.
Nah, sampah tersebut tersangkut ketika ketinggian aliran sungai mencapai badan jembatan. Akibatnya jembatan dengan konstruksi yang hanya diperkuat sling baja tak mampu menahan arus sungai. Sling putus, jembatan pun doyong dan roboh.
Lebih lanjut Heri mengungkapkan, Jembatan Kalijaga adalah bantuan program corporate social responsibility (CSR) PT Telkom bekerja sama dengan Kodam IV Diponegoro. Sejauh ini jembatan gantung hanya bisa dilalui orang berjalan dan kendaraan roda dua. “Sebelumnya tidak pernah ada jembatan. Sejak saya kecil. Pernah minta pada pemerintah tapi urung direalisasikan,” bebernya.
Heri berharap, putusnya Jembatan Kalijaga menjadi perhatian pemerintah setempat. Agar ke depan dibangunkan jembatan permanen yang lebih kokoh.
Di wilayah Kecamatan Ngemplak, banjir akibat luapan beberapa aliran sungai menyebabkan aspal jalan terkelupas. Tersebar di tujuh titik.
Dengan akumulasi kerusakan sekitar 1,5 kilometer. Terutama di kawasan Desa Bimomartani. Terparah dampak luapan Kali Bulus yang mencapai ketinggian satu meter. “Jalan rusak masih bisa dilalui kendaraan. Tapi harus ekstra hati-hati,” ucap Camat Ngemplak Siti Wahyu Purwaningsih.
Sebuah kolam ikan seluas 1.300 meter persegi pun tergenang banjir. Ikan dengan berat total kurang lebih 1 ton hanyut terbawa arus. Banjir juga menyebabkan tanggul dua kolam ikan siap konsumsi jebol. Mengakibatkan kerugian belasan juta rupiah.
Berhektare-hektare sawah di Ngemplak juga tergenang banjir. Mengenai luasnya, Siti belum bisa memastikan. Hingga kemarin masih dilakukan pendataan. Termasuk kemungkinan adanya rumah rusak. Siti hanya mendapat satu laporan. Tembok penyangga atap rumah warga Bimomartani roboh. Siti berharap segera ada perbaikan untuk sarana publik. Terutama jalan.
Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jogjakarta Djoko Budiyono mengungkapkan curah hujan tinggi merupakan dampak siklon tropis Riley. Meski telah menjauh, efeknya tetap terasa.
Riley menyebabkan terjadinya pertemuan dan belokan angin. Berimbas terbentuknya awan hujan di selatan Pulau Jawa. Intensitas hujan yang turun kisaran sedang hingga lebat.
Saat ini juga terpantau adanya penguatan monsoon Asia dari barat. Dampaknya pertumbuhan awan-awan hujan semakin tinggi. Dengan curah hujan rata – rata harian mencapai 20 – 60 mm. Masuk kategori sedang lebat.
Djoko mengatakan, fase puncak musim penghujan diperkirakan pada pertengahan Februari. Periode hujan paling sering siang hingga sore.
Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca, Stasiun Klimatologi Sigit Hadi Prakosa menambahkan, Sleman merupakan wilayah rawan bencana.
Terutama bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem. Berdasarkan data historis di DIJ 81 persen bencana terjadi di wilayah Sleman. Bencana hidrometeorologi terjadi sejak November 2018. Dan semakin meningkat di Januari tahun ini. Berupa banjir dan tanah longsor.
Serta hujan es. Meskipun persentasenya kecil. Seperti yang terjadi di Seyegan belum lama ini. Potensi bencana hidrometeorologi juga masih mungkin terjadi pada masa transisi penghujan ke kemarau pada Maret – April mendatang. (har/dwi/yog/riz)