BANTUL – Belanja lewat online marak, tapi pasar tradisional masih diminati warga Bantul. Penyebabnya karena harga barang masih menjadi keunggulan pasar tradisional, seperti kebutuhan bahan pokok.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kabupaten Bantul Subiyanto Hadi mengatakan, peminat pasar tradisional mengalami peningkatan. Itu berdasarkan penerimaan data pajak atau retribusi selama 2018.
Seperti retribusi pelayanan sampah, retribusi penyediaan atau penyedotan kakus, retribusi pelayanan tera/tera ulang, hasil dari pengelolaan dana bergulir, dan pungutan dalam rangka penempatan kios baru rerata mengalami kenaikan dari target
“Target tertinggi retribusi pelayanan pasar Rp 2,8 miliar. Ini naik dari target Rp 2,6 miliar,” ungkap Subianto saat ditemui Radar Jogja di kantornya. Dengan adanya kenaikan ini, peminat pasar tradisional semakin tinggi. Tidak kalah bersaing dengan pasaran online.
Subiyanto menjelaskan, selain pasar, toko pribadi juga marak. Ada toko jejaring dan nonjejaring. Rerata toko jejaring target pemasarannya di luar daerah. Sementara yang non jejaring targetnya warga sekitar atau lokal.
“Harga standar bahan pokok di Bantul, secara representatif dapat diketahui di pasar tradisional. Contoh harga HET beras medium prima. Patokan harga masih menggunakan pasar tradisional. Seperti cabai, bawang merah, bawang putih,” jelasnya.
Sementara dalam tiap tahunnya Subiyanto menuturkan, terjadi peningkatan jumlah pedagang di 32 pasar. ”Sekarang ada 12 ribu pedagang,” ungkapnya.
Mualifatu, 25, warga asal Panggungharjo mengaku lebih memilih pasar tradisional saat berbelanja. Selain harganya lebih murah dari online, juga dapat melakukan transaksi jual beli secara langsung.
“Kalau di pasar ya belanja sayur. Bisa nego, alih-alih dapat imbuhan belanja. Kalau beli di pasar online biasanya benda-benda yang sulit ditemukan di pasar sekitar. Ya tergantung barangnya,” ungkapnya. (cr6/laz/riz)