Selangkah lagi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi DIY Tahun 2010-2039 bakal berganti. Ini menyusul digelarnya sejumlah rapat kerja antara Pansus DPRD DIY dengan Pemda DIY. Setelah berganti, nomenklatur perda tersebut menjadi Perda RTRW DIY Tahun 2019-2039.

“Penyusunan Perda RTRW baru ini menjadi kebutuhan karena adanya dinamika yang besar yang terjadi beberapa tahun terakhir,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Gatot Saptadi saat public hearing di gedung DPRD DIY Selasa (12/2).

Dikatakan, arah DIY ke depan bakal menjadi pusat pendidikan, budaya dan tujuan pariwisata kelas dunia. Itu menyebabkan Perda DIY No. 2 Tahun 2010 tak lagi siginifikan menjadi acuan bagi regulasi yang lebih operasional di kabupaten dan kota se-DIY.

Adapun dinamika yang terjadi seperti lahan pertanian mengalami perubahan pasca Gunung Merapi mengalami erupsi pada 2010. Kemudian sejak 2013, DIY mendapatkan alokasi dana keistimewaan (danais) sebagai pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.

Juga ada pembangunan bandara dan rencana pembangunan jalan bebas hambatan atau tol yang melewati wilayah DIY. “Perda RTRW yang baru ini dibutuhkan dalam rangka mengendalikan pembangunan di DIY,” lanjut dia.

Dalam Raperda RTRW DIY 2019-2039 juga mengatur rencana pembangunan jalan tol antara Bawen-Jogja dan Solo-Jogja maupun jalur kereta api dari Borobudur hingga Samas. Untuk pembangunan jalan tol Bawen-Jogja, wilayah DIY yang dilewati hanya sejauh 15 kilometer.

Sedangkan jalur Solo-Jogja pembahasannya masih dimatangkan. Itu karena ruas jalan yang akan dilalui melalui sejumlah situs purbakala seperti candi.

Sekda menegaskan, perubahan Perda RTRW diperlukan untuk kelangsungan perizinan dan pengendalian lahan pertanian di DIY. Sebab, jika Perda RTRW tidak diubah, maka perizinan di kabupaten dan kota se-DIY menghadapi kendala.

Pemda DIY tak mungkin memakai acuan perda lama karena banyak yang sudah tidak sesuai dengan peraturan-peratuan yang lebih tinggi. Akibatnya, beberapa perizinan terkait dengan RTRW di kabupaten dan kota memang belum diterbitkan oleh Pemda DIY.

Ketua Pansus Raperda RTRW DIY Suharwanta mengatakan, ada sejumlah pasal yang masih perlu diperjelas. Misalnya pasal 4 memuat perubahan visi DIY menyesuaikan dengan Perda Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Ripparda) DIY Tahun 2012-2025.

Sesuai Perda Ripparda, visi DIY adalah menjadi tempat tujuan wisata terkemuka berkelas dunia. Karena itu, redaksional pasal 4 itu berubah menjadi penataan ruang wilayah DIY mempunyai tujuan mewujudkan DIY sebagai pusat pendidikan, budaya, dan daerah tujuan wisata terkemuka berkelas dunia dengan mengedepankan keterpaduan pembangunan antarsektor berbasis mitigasi.

Suharwanta meminta Biro Hukum Setda DIY melakukan sinkronisasi pasal 4 ini dengan visi DIY yang tertuang di Perda Ripparda. “Tolong dicek. Yogyakarta seharusnya bisa menjadi daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Di Perda Ripparda, DIY menjadi tempat tujuan wisata terkemuka dunia dan bukan lagi terbatas di Asia Tenggara,” katanya.

Di samping itu, perlu ada penjelasan terkait bagian-bagian dari Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) secara lebih detail.

Ditambahkan, pansus masih menerima masukan dari berbagai pihak. Pansus juga menilai masih ada pasal-pasal yang perlu disempurnakan. “Kami masih menerima masukan tertulis yang nantinya menjadi bahan pembahasan di rapat internal pansus,” terang anggota dewan asal Ganjuran, Bambanglipuro, Bantul ini.

Salah satu anggota pansus Hamam Mustaqim mengingatkan Raperda RTRW DIY Tahun 2019-2039 harus disesuaikan dengan proyeksi DIY 20 tahun ke depan. “ DIY punya dua mimpi dalam penataannya. Yakni bandara di Kulonprogo dan penataan kawasan pantai selatan. Harusnya kita punya pandangan sampai tahun 2039 ini, DIY akan seperti apa.” pintanya. (kus/riz)