KULONPROGO – Proses pencairan dana tali asih bagi warga penggarap tanah eks Pakualamanaat Grond (PAG) terdampak proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA) terus berlanjut. Namun tak semuanya berjalan mulus. Sedikitnya tiga warga penerima rezeki nomplok itu harus menempuh upaya lain. Untuk mencairkan dana tali asih tersebut. Gara-garanya bukan pada mekanisme pencairannya. Namun karena masalah internal keluarga mereka. Perceraian.

Di Desa Glagah, Temon, dari total 476 warga penerima tali asih, tiga di antaranya mengalami kendala perceraian. “Pasutri yang bercerai atau ada masalah internal menginginkan pencairan (dana tali asih, Red) lewat desa. Makanya di-pending dulu,” ungkap Kades Glagah Agus Parmono Kamis (14/2).

Penundaan pencairan dana tali asih semata-mata demi mencegah munculnya permasalahan di kemudian hari. Adapun pencairan dana tali asih di Desa Glagah dibagi dua tahap. Kemarin sebanyak 240 warga. Sisanya dicairkan hari ini, sebanyak 236 warga. “Bagi yang cerai prosesnya kami mediasi. Kalau sudah sepakat baru dicairkan,” ujarnya. Menurut Agus, hingga kemarin satu kasus perceraian sudah teratasi. Dana tali asih pun telah dicairkan.

Dana tali asih tersebut memang telah ditunggu warga sejak lama. Agus berharap, ke depan lahan PAG di luar izin penetapan lokasi (IPL) NYIA juga mendapat perlakuan sama. Ketika harus dibebaskan. Seperti lahan PAG di selatan pagar bandara. Selama lahan tersebut dimanfaatkan untuk budidaya udang.

“Warga tetap mendukung pembangunan (bandara, Red). Jika tergusur setidaknya juga mendapat kompensasi atau tali asih. Maka pemerintah desa tidak akan ada beban,” ucapnya.

Dari penelusuran Radar Jogja, sebagian besar penerima dana tali asih memanfaatkannya untuk modal usaha. Karena mereka harus alih profesi. Dari sebelumnya sebagai petani. Tali asih yang diterima warga cukup variatif. Berkisar Rp 1 juta – Rp 148 juta. Disesuaikan luas lahan garapan.

Tarmidi, salah seorang penerima tali asih, mengaku sangat membutuhkan dana segar untuk usaha. Karena dia tak punya lahan garapan lain untuk bertani. Selain PAG terdampak NYIA. “Dulu saya menggarap dua titik. Luasnya sekitar lima ribu meter persegi,” katanya.

Hal senada diungkapkan Saryono Nur Salim. Dia juga tidak memiliki lahan garapan selain PAG. “Selama ini saya bertani. Sekarang masih bertani, mengarap sawah milik orang lain,” ucap penerima tali asih Rp 26,7 juta itu. Uang tersebut akan digunakannya untuk menambal kebutuhan rumah tangga.

Salim mengatakan, uang tali asih yang diterimanya tak bisa untuk membuka usaha. Tapi lebih diutamakan untuk biaya perawatan istrinya yang terbaring sakit hipertiroid sejak setahun terakhir. “Selebihnya ya untuk menambal genteng rumah. Bocor semua kalau hujan,” katanya.

Keberadaan bandara baru tak membuat Salim berharap banyak. Usia renta menjadi alasannya. “Umur saya sudah tua. Saya hanya bisa bertani,” tutur kakek 67 tahun itu.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pura Pakualaman mencairkan dana tali asih dengan total Rp 25 miliar melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIJ. Dana disalurkan via BPD DIJ Cabang Wates. Berita acara serah terima dana tali asih dibacakan Kepala BPD DIJ Cabang Wates Didit Respati Setiadi Rabu (13/2). Disaksikan Penghageng Kawedanan Keprajan Pura Pakualaman Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Suryo Adinegoro atau akrab disapa Bayudono. (tom/yog)