JOGJA – Meningkatnya kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) berbanding lurus dengan peningkatan jumlah pasien di beberapa pusat layanan kesehatan di DIJ. Salah satunya, RSUD Kota Jogja. ”Ya, tahun ini (jumlah pasien DBD) cukup mengalami peningkatan. Tapi, tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya,” ujar Wakil Direktur Pelayanan RSUD Kota Jogja Avy Susantini saat ditemui Jumat (8/3).

Penanganan yang cepat di berbagai pusat layanan kesehatan diyakini menjadi salah satu penyebab kasus DBD tidak memuncak. Avy mengatakan, pelayanan penanganan kasus DBD secara bertahap turut andil menekan jumlah kasus DBD. Penanganan itu sesuai dengan aturan kebijakan BPJS Kesehatan. Yakni, pelayanan secara berjenjang. Dari puskesmas dirujuk ke rumah sakit tipe C dan D. Baru selanjutnya ke rumah sakit tipe B.

Avy mencontohkan gejala DBD yang belum parah. Penanganannya cukup di puskesmas. Baru dirujuk ke rumah sakit tipe C dan D jika memang puskesmas tak sanggup menanganinya. Namun, jika penyakit kian memburuk plus pertimbangan fasilitas pelayanan dan ketersediaan kamar rawat yang minim, pasien DBD bisa dirujuk ke rumah sakit tipe B. Misalnya, RSUD.

Keterangan serupa diungkapkan Siti Nurwahyuni, petugas kesehatan lingkungan (Sanitasi) Puskesmas Umbulharjo II. Dia mengatakan, hingga Februari lalu, puskesmas menerima lima pasien DBD. Salah satunya harus dirujuk ke rumah sakit. Sebab, telah mengalami DSS (dengue shock syndrom). Di mana penderitanya mengalami pingsan. Fase itu pun berbahaya karena kemungkinan kematian cukup tinggi. ”Maka, harus dirujuk ke rumah sakit, karena fasilitas di puskesmas belum mampu menanganinya,” ujarnya.

Selain penanganan yang berjenjang, langkah pencegahan juga menjadi salah satu faktor penting menekan kasus DBD. Avy pun mengingatkan pentingnya gerakan 3M (menutup, menguras, mengubur). Ditegaskan, hal itu harus dilakukan seluruh lapisan masyarakat. Bahkan juga kantor dan sekolah.
”Sehingga pencegahan lebih efektif dan efisien,” tuturnya. (cr9/zam/mg4)