JOGJA – Sejak pagi sejumlah 552 anak muda dari penjuru DIJ memadati area Jogja National Museum (JNM), Sabtu (2/3). Mereka mengikuti workshop directing, cinematography, dan editing.

Event tahunan yang muncul sejak 2007 ini sempat vakum selama dua tahun terakhir. Kemudian tahun ini hadir kembali dengan konsep yang semakin kekinian dengan tema ‘Your Movie Goes Digital’.

Salah satu panitia Sugar Nadia menjelaskan, tema tersebut dipilih karena dunia digital yang dinilai makin terintegrasi dalam keseharian generasi muda sekarang. Dia berharap banyak ide-ide baru untuk film yang muncul dari workshop ini. Mulai dari penulisan naskah, penyutradaraan, pengambilan gambar, penyuntingan, hingga eksibisi dan distribusi film.  “Jadi awareness buat teman-teman, memang ajangnya buat belajar film, diskusi dan konsultasi secara menyeluruh tenteng produksi film,” jelasnya pada Radar Jogja.

Sugar mengungkapkan, Jogjakarta menjadi kiblat dari komunitas dan sineas independen untuk kota-kota lainnya. Karena sineas atau film maker Jogja menghasilkan banyak karya dan melahirkan banyak sutradara. Selain workshop, dalam kegiatan ini juga digelar story competition. Tiga naskah terbaik akan difilmkan oleh produser tanah air ternama yakni Ifa Isfansyah, Ismail Basbeth, dan Adhyatmika. Sesuai temanya, film tersebut juga akan didistribusikan melalui platform digital.

Narasumber yang turut hadir membagi ilmu dalam workshop di antaranya Mouly Surya (sutradara), Ifa Isfansyah (sutradara/produser), Agung Hapsah (content creator), Roy Lolanh (Sinematografer), Andhy Pulung (Editor Film), dan Oka Antara (aktor).

Mouly Surya mengatakan, di era digital ini terdapat pola menonton film yang berbeda. Karena mulai banyak platform digital seperti YouTube, Netflix, dan HOOQ.  “Biasanya gue nonton series di netflix, kalo sebagai pembuat film, gue menonton film dari bioskop,” ujar sutradara film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ini.

Mouly pun membagi pengalamannya dalam memroduksi film di era digital. Ketika dia membuat film layar lebar disbandingkan ketika membuat film untuk YouTube. Jika dalam produksi film layar lebar membutuhkan kru setidaknya 100 orang dan 50 pemain, filmnya yang diunggah di YouTube dapat dia produksi seorang diri.  “Kalau bkin video digital ada banyak banget opsi sistem membuatnya, kalau buat layar lebar akan besar juga tanggung jawabnya, tapi kalau lewat gadget, cenderung lebih simple,” jelasnya.

Direktur festival Rina Damayanti mengatakan tema ‘Your Movie Goes Digital’ dipilih sebagai respons atas makin terintergrasinya dunia digital dalam keseharian generasi muda. Tak terkecuali dalam menonton film. Teknologi digital yang terus berkembang membuka peluang dan tantangan baru kreativitas dan medium distribusi film. “Bagaimana para pembuat film menangkap tantangan era digital sebagai ruang baru kreativitas dan juga platform distribusi ide dan karya tanpa batas,” ungkap Rina

Mark Francis, selaku iflix Global Director of Original Programming menambahkan film dan serial di Indonesia siap untuk pertumbuhan yang sangat positif berkat proliferasi layanan OTT (Over the Top) seperti iflix dan sebagaimana dibuktikan oleh rencana untuk membuka ratusan bioskop baru di seluruh Nusantara. Penonton lokal semakin tertarik dengan hiburan lokal berkualitas. “Anda tidak akan mendapatkan film yang bagus tanpa pembuat film yang hebat, itulah sebabnya kami senang berkontribusi dalam mendorong pengembangan keterampilan,’’ jelasnya. (tif/cr8/din/mg2)