Sudah menjadi kebiasaan bagi beberapa orang untuk minum ketika haus. Bahkan hanya minum ketika haus. Lalu, apakah hal tersebut salah? Jawabannya adalah minum untuk mengatasi dahaga tidaklah salah. Tapi yang kurang tepat adalah menjadikan rasa haus dan lelah sebagai patokan untuk minum. Haus merupakan suatu mekanisme tubuh yang timbul ketika tubuh sudah kehilangan cairan setidaknya sebesar 2 persen dari berat badan. Padahal, lebih dari separuh komposisi tubuh manusia adalah air.

Dengan kata lain, haus merupakan salah satu sinyal bahwa tubuh sedang dehidrasi. Dehidrasi adalah kondisi kekurangan cairan dan elektrolit tubuh ditandai dengan keseimbangan cairan tubuh negative. Yaitu cairan yang terbuang lebih besar daripada cairan yang diminum.

Sebagian besar cairan tubuh dikeluarkan melalui keringat dan berkemih. Berkeringat merupakan mekanisme efektif tubuh melepaskan panas untuk menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Selanjutnya, cairan tubuh dapat terbuang melalui feses dan pernafasan.

Jumlah cairan tubuh yang keluar juga dapat bertambah lagi setelah beraktivitas. Apalagi ketika berada di suhu lingkungan yang panas. Semakin tinggi suhu lingkungan, maka semakin tinggi suhu tubuh, dan semakin besar pula jumlah cairan tubuh yang dikeluarkan.

Berikut merupakan tahapan sekaligus tanda bahwa tubuh sedang kekurangan cairan:

  • Kehilangan 1-2 persen cairan tubuh: Haus, perasaan tidak nyaman.
  • Kehilangan 3-5 persen cairan tubuh: Mulut kering, volume urin berkurang, sulit berkonsentrasi, gemetar, kurang sabar, mual, mengantuk, emosi tidak stabil.
  • Kehilangan 6-8 persen cairan tubuh: Suhu tubuh meningkat, denyut jantung dan pernafasan meningkat, pusing, sesak nafas, tidak lancar berbicara, otot melemah, bibir membiru.
  • Kehilangan 9-11 persen cairan tubuh: Kejang, halusinasi, keseimbangan dan sirkulasi lemah, menurunnya volume dan tekanan darah hingga penurunan fungsi ginjal.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa dehidrasi dapat mempengaruhi aktivititas sehari-hari bahkan dapat berdampak dalam jangka panjang, terutama pada kesehatan ginjal.
Beberapa hal mudah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah dehidrasi:

  1. Konsumsi cairan dalam jumlah yang cukup setidaknya 8 gelas atau 2 liter per hari. Kecukupan tersebut juga dipengaruhi oleh jenis dan tingkat aktivitas, berat badan, serta kondisi tubuh tertentu, seperti demam, diare, dan muntah.
  2. Pilih jenis cairan yang tepat untuk dikonsumsi. Air putih merupakan cairan yang baik untuk memenuhi kebutuhan cairan sehari-hari ketika beraktivitas ringan. Untuk tingkat aktivitas sedang hingga berat, seperti olahraga dan pekerjaan di lapangan, minuman elektrolit baik dikonsumsi untuk rehidrasi cepat setelah beraktivitas. Apabila kurang menyukai air putih, dapat diganti dengan jus buah atau sayur, sari kacang hijau, dan susu.
  3. Hindari minuman yang bersifat diuretik atau yang merangsang produksi urin. Contoh minuman dengan efek diuretik adalah minum berkafein, seperti kopi, teh, minuman beralkohol, serta minuman berenergi.
  4. Cek warna urin secara berkala. Warna urin berkaitan erat dengan status dehidrasi. Urin yang berwarna pekat atau gelap seperti air teh menandakan tingginya derajat dehidrasi tubuh. Sebaliknya, semakin terang atau bening warna urin, semakin baik status hidrasi. Saat ini, beberapa toilet umum, seperti di rumah sakit atau bandara, telah memasang skala status hidrasi berdasarkan warna urin. (mg2)