DEWASA INI, teknologi informasi berkembang sangat pesat dan tidak terkontrol. Adanya internet menciptakan ruang maya baru bagi penggunanya. Ditambah, adanya media sosial sebagai penghubung antarpengguna, yang memberikan kesempatan dan kemerdekaan dalam menyuarakan aspirasi tanpa batas.  Kemudahan aksesibilitas dan luasnya ruang lingkup pengguna menjadikan media sosial sebagai penggerak roda informasi di masyarakat.

Pada perkembangannya, media sosial adalah  gudang informasi publik yang dapat diakses siapapun dan di manapun. Hanya dalam hitungan detik, Informasi dapat langsung tersebar luas dan menjadi konsumsi publik. Adanya perkembangan semacam ini memunculkan dua sisi mata uang. Di satu sisi menjadi peluang yang menguntungkan. Masyarakat menjadi lebih kritis dan lebih responsif terhadap suatu persolan yang terjadi. Di sisi lain, memberi ancaman atau dampak negatif yang mengarah pada perpecahan.

Sekarang ini media sosial justru disalahgunakan  oleh segelintir orang untuk membuat kegaduhan sosial.  Wabah penyakit media sosial yang berkonten ujaran kebencian atau hate speech, intoleransi dan informasi fiktif atau hoax menghiasi jagad media sosial. Menjadi penting untuk diperhatikan mengingat wabah tersebut berkaitan dengan kepentingan berbangsa dan bernegara. Kebebasan menyuarakan pendapat dan berasumsi terkadang mejadikan berita kecil yang dibesar-besarkan, berdasar prespektif masing-masing kepala.

Sebagai salah satu contoh, mengenai isu-isu politik di Indonesia yang semakin hari semakin tidak memunculkan kredibilitas yang baik. Media sosial yang seharusnya berfungsi sebagai media percepatan informasi, malah menjadi ladang adu domba. Kegaduhan dan isu-isu sosial kemudian berdampak pada struktur kehidupan riil di masyarakat. Sikap intoleran dan pembicaraan bernada kebencian secara mudah berafiliasi menjadi perilaku yang wajar dalam masyarakat.

Fenomena semacam ini secara tidak sadar mengancam keselamatan nasional dan menimbulkan disintegrasi bangsa. Adanya penyebaran wabah hoax dapat menimbulkan kemunduran moral yang membahayakan peradaban, khususnya generasi muda. Propaganda yang terjadi setiap hari akan menyebabkan perpecahan dan  memudarnya nilai Pancasila yang ke-3. Dalam menghadapi persoalan samacam ini, sebenarnya pemerintah sudah mengambil peran dengan memblokir situs-situs yang tidak bertanggung-jawab dan menyusun UU ITE untuk menjerat aktor kegaduhan sosial.

Pada kenyataannya, propaganda kegaduhan sosial dan penyebaran hoax tetap saja terjadi, bahkan semakin berkembang. Hal tersebut karena pengetahuan masyarakat yang terbatas dan belum bijak dalam menggunakan media sosial. Penataan kembali sistem penyebaran informasi dan literasi media perlu disosialisasikan agar masyarakat lebih selektif dan cerdas dalam berkomunikasi di media sosial. Kampanye memerangi hate speech serta payung hukum yang tegas juga perlu digaungkan, untuk mempersempit ruang pelaku penyebar hoax. Bagaimanpun, kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia harus kita jaga bersama. Kalau bukan kita, siapa lagi? dan kalau bukan sekarang, kapan lagi?. (tif)

*Penulis adalah Peneliti di Perhimpunan Cendekia Jogjakarta