SLEMAN – Potensi di bidang pertanian dan perikanan di Sleman cukup besar. Tak heran jika Sleman ditetapkan sebagai salah satu penyangga pangan di DIJ. Bahkan Sleman hingga saat ini menyumbang 48 persen produksi pangan untuk DIJ.
“Sektor pertanian di Sleman itu selalu surplus beras. Pada 2018 surplus hingga 80 ribu ton,” ujar Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun, Rabu(27/3).
Surplus beras saja belumlah cukup untuk mendongkrak potensi hasil pertanian. Pemkab Sleman terus berupaya mengubah pola pikir petani. Terutama petani di wilayah Sleman barat. Di wilayah yang menjadi lumbung pangan Sleman itu para petani masih terbiasa mengelola sawah dengan pola tanam padi, padi, pantun. Artinya, sawah hanya ditanami padi setiap kali musim tanam. Pola itu selain rawan hama, hasilnya pun tak maksimal.
Karena itu pemerintah mendorong petani menerapkan sistem mina padi. Selain bisa panen padi, sekaligus ikan. Serta meminimalisasi serangan hama. Terutama tikus.
Sebagaimana diketahui, tikus menjadi musuh utama petani wilayah barat Sleman. Seperti di Kecamatan Seyegan, Minggir, Godean, dan Moyudan. Tak jarang petani merugi akibat gagal panen karena serangan hewan mengerat itu.
Sleman juga kaya sumber daya air. Sehingga kebutuhan untuk kolam ikan bukan masalah.
Muslimatun optimistis, perpaduan padi dan ikan akan membuat pendapatan petani berlipat.
Kondisi ekonomi petani pun akan terangkat.
“Dengan menggabungkan pertanian dan perikanan seperti mina padi hasil panennya bisa meningkat 300 persen,” ungkap Muslimatun.
Potensi peetanian di wilayah timur Sleman tak kalah baik. Selain padi, kondisi lahan sangat memungkinkan ditanami palawija. Atau tanaman herbal.
Menurut Muslimatun, dengan sistem padi, padi, palawija satu hektare sawah bisa menghasilkan panen hingga 11 ton.
Setali tiga uang potensi sektor perikanan. Sleman juga menjadi penyumbang terbesar ikan air tawar se-DIJ. Komoditas utamanya berupa nila, lele, bawal, dan gurami.
Sektor perikanan terfokus di wilayah Sleman tengah. Khususnya Kecamatan Ngemplak. “Di sana banyak budidaya ikan nila,” katanya.
Muslimatun menyadari, saat ini petani tak cukup bertani secara konvensional.
Untuk menggenjot produksi harus memanfaatkan kemajuan teknologi. Seperti sistem budidaya ikan nila dengan sentuhan teknologi kincir air (Sibudidikuncir). Petani padi juga bisa memanfaatkan alat mesin pertanian. Untuk mempercepat proses tanam maupun panen. Sehingga hemat waktu dan irit tenaga.
Melihat potensi pertanian yang besar Muslimatun berkomitmen menekan alih fungsi lahan. Lahan pertanian akan dipertahankan sesuai peruntukannya. Konsekuensinya, arah pembangunan harus diubah. Disesuaikan dengan rencana tata ruang dan wilayah.
“Pembangunan hunian ya vertikal (gedung bertingkat, Red) di kawasan tertentu,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Muslimatun, pemerintah daerah memiliki komitmen membantu para petani. Dari hulu sampai hilir. Mulai proses menanam hingga penjualan produk hasil pertanian. Kebijakan itu juga demi menjamin warga Sleman agar selalu berkecukupan dalam hal pangan. “Sesuai dengan jargon Sleman ‘Mangan sing ditandur nandur sing dipangan (makan yang ditanam, menanam yang dimakan)’,” (*/har/yog/mg2)