PURWOREJO – Sampah lingkungan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Purworejo tidak lagi dikumpulkan dan dibakar atau ditempatkan di pembuangan sementara. Aneka macam sampah itu dikelola dengan baik dan dibuat menjadi kompos untuk sampah terurai dan barang dengan fungsi lain untuk yang tidak terurai.
BUDI AGUNG, Purworejo
Bangunan cagar budaya yang dimanfaatkan sebagai gedung sekolah di sebelah timur Alun-Alun Purworejo tidak terlalu tampak dari pinggir jalan raya. Agak masuk dan berada di belakang, tidak akan sulit menjangkaunya. Semua orang akan tahu jika menanyakan keberadaan SDN Purworejo ini.
Ya, sekolah yang memanfaatkan bangunan peninggalan Belanda ini menjadi sekolah favorit di jenjang SD di kabupaten ini. Deretan prestasi didapatkan oleh siswa, mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional.
Berbicara prestasi, menilik dari keberadaan sekolah memang tidak beralasan. Banyak dukungan yang diberikan untuk menopang kemajuan sekolah, di antaranya, kawasan hijau yang tercipta dari sekolah yang memiliki 353 peserta didik ini.
Tidak sekadar menyulap dari yang tidak ada menjadi ada, namun sekolah tetap berproses untuk bisa membuat keteduhan di sekolahnya. Kerelaan waktu orang tua menyisihkan waktu senggang mereka, menjadi kekuatan untuk bisa menjadikan sekolah ini sebagai sekolah adiwiyata.
Memang mendapatkan predikat sekolah adiwiyata bukan pekerjaan gampang. Jika hanya dilakukan komponen sekolah, ini menjadi pekerjaan besar dan menguras keuangan yang tidak sedikit.
Setidaknya dalam kurun waktu terakhir, sekolah ini mulai berproses. Orang tua diajak berpartisipasi dengan memberikan berbagai gagasan atau ide dan bergotong royong agar sekolah yang berada di tengah kota itu bisa sejuk, adem dan menyenangkan.
Koordinator Adiwiyata SDN Purworejo Supriyatno mengungkapkan, tekad menjadikan sekolah adiwiyata amat beralasan. Banyak nilai positif yang diberikan, tidak saja bagi komponen sekolah ataupun peserta didik, namun juga komite atau orang tua siswa.
“Menjadikan sekolah yang asri itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semua butuh proses. Dan perjalanan yang sudah kami lakoni ini amat baik, karena secara perlahan, kepedulian anak akan sampah dan kebersihan sekolah itu meningkat tajam,” kata Supriyatno Sabtu (13/30).
Tingginya kepedulian orang tua menjadikan sekolah memberikan fasilitasi dengan mengajak mereka untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang pengomposan. Kompos ini sendiri menjadi vital karena menjadi pendukung media tanam bagi aneka jenis bunga dan tanaman yang ada di sekolah.
“Kami mengundang praktisi sampah untuk memberikan pengetahuan tentang pengelolaan sampah bagi orang tua siswa. Anak-anak juga kami libatkan di mana mereka mengumpulkan sampah yang ada di sekolah, selanjutnya bahan itu kami jadikan kompos dengan pendampingan dari praktisi,” tambah Supriyatno.
Selain diberikan bekal membuat kompos, orang tua juga diberikan edukasi pentingnya mengelola sampah di lingkungan tempat tinggal mereka. Kebiasaan memasukkan sampah dalam sebuah tempat saja didorong untuk ditinggalkan dan melakukan pemilahan dari dalam rumah.
“Jadi tidak saja di lingkungan sekolah, hal positif ini juga berjalan di rumah. Satu sisi orang tua paham, disisi lain anak-anak juga akan sangat paham akan sampah dan cara mengelolanya,” kata Supriyatno yang mengampu pendidikan olahraga ini.
Kepala SDN Purworejo Misyono menyatakan, dalam sekolah yang sejuk bisa menciptakan kenyamanan anak dalam belajar. Dirinya optimistis, peserta didiknya juga akan makin meningkat prestasinya, baik akademik maupun non akademik.
“Adiwiyata mendorong kita untuk bisa melakukan efisiensi energi juga. Beberapa hal dalam penilaiannya akan meminimalkan penggunaan energi listrik di siang hari, seperti untuk lampu maupun pendingin ruangan,” kata Misyono.
Keterlibatan aktif orang tua dan anak juga diharapkan akan menjadi tradisi baik yang terus melekat pada diri mereka. Khusus bagi anak bisa menginspirasi mereka hingga dewasa nanti dan ditularkan kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. (laz/mg3)