SLEMAN – Pekan lalu belasan karyawan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Tirta Sembada Sleman berjibaku memperbaiki jaringan pipa yang berada di bawah struktur jalan utama Magelang – Jogjakarta di wilayah Tridadi. Perbaikan jaringan pipa menjadi agenda rutin perusahan pelat merah milik Pemkab Sleman itu guna memberikan jaminan kelancaran suplai air bersih bagi masyarakat.

Berbanding lurus dengan kebijakan tersebut, manajemen PUDAM Tirta Sembada menggiatkan penertiban pelanggan. Tepatnya pemutakhiran data pelanggan. Direktur Utama PUDAM Tirta Sembada Dwi Nurwata SE MM melihat banyak pelanggannya yang telah berubah status. Yang dulunya tercatat sebagai warga miskin atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kini naik derajatnya menjadi warga mandiri dan berdaya. Salah satunya ditunjukkan dengan perkembangan bangunan rumah mereka. Juga status pekerjaan serta penghasilan bulanan pelanggan.  “Pendataan ulang ini perlu kami lakukan supaya pemberian subsidi tepat sasaran,” ungkap Dwi, Minggu (21/4).

Dwi mencontohkan, saat mendaftar pertama kali sebagai calon pelanggan PUDAM, seseorang memiliki rumah biasa. Golongan listrik rumahnya 450 VA. Penghasilannya pas-pasan. Melihat kondisi tersebut calon pelanggan terkait berhak didaftar sebagai pelanggan dengan subsidi. Tarif bulanannya pun lebih murah dibanding pelanggan regular. Namun, seiring waktu berjalan pelanggan tersebut mampu membangun rumahnya menjadi lebih baik dan megah karena pendapatan bulanannya meningkat. Nah, pelanggan yang seperti itu layak dicabut subsidinya. “Jangan sampai ada orang mampu dengan fasilitas rumah yang bagus kok masih pakai tarif rendah yang bersubsidi,” tuturnya.

Karena itu manajemen PUDAM Tirta Sembada gencar melakukan penyusunan database baru pelanggan. Untuk menentukan pelanggan mana saja yang masih berhak menerima subsidi sambungan rumah. Disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.

Ada tiga jenis pembagian tarif dalam regulasi tersebut. Yakni tarif rendah, tarif dasar, dan tarif penuh, dan tarif kesepakatan.

Tarif rendah untuk MBR. Sedangkan tarif dasar dan penuh berlaku bagi masyarakat golongan mampu. Disesuaikan dengan golongan dan kebutuhan masing-masing. Yang membedakan adalah tipe rumah pelanggan. Tarif penuh berlaku bagi pelanggan air minum yang rumahnya bertipe 72 ke atas.

Sementara tarif kesepakatan berlaku untuk kepentingan tertentu, seperti keperluan usaha. Tarifnya harus di atas tarif dasar. “Sementara ini belum ada pelanggan kami dengan tarif kesepakatan,” ungkap Dwi.

Tarif dasar air minum ditetapkan sebesar Rp 3.250/kubik. Tarif  rendah Rp 2.500/kubik. Tarif penuh Rp 3.700/kubik.

Lebih lanjut Dwi menegaskan, tarif rendah bagi MBR harus memenuhi indikator seperti tagihan listrik 450 VA dan bentuk bangunan rumah sederhana.(*/yog/zl)