SLEMAN – Desa budaya memiliki potensi untuk terus dikembangkan, Dengan kekuatan budaya, desa budaya menyimpan daya tarik luar. Apalagi budaya tidak dapat dipisahkan dengan pariwisata. Baik budaya maupun pariwisata harus berjalan beriringan. Saling bersinergi.
“Budaya itu menjadi sumber kekuatan bangsa,” ujar Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Dinas Pariwisata DIY Wardoyo di depan peserta pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan yang diadakan Dinas Pariwisata DIY di Hotel Prima SR Jalan Magelang, Sleman, Selasa (23/4).
Peserta pelatihan dari Desa Budaya Bangunkerto, Turi, Sleman. Selama tiga hari hingga Kamis (25/4) mendapatkan beragam materi. Selain di kelas, ratusan peserta itu akan mengadakan kunjungan lapangan ke Candirejo, Magelang, Jawa Tengah.
Wardoyo menambahkan, desa budaya merupakan pengembangan dari banyak program desa. Antara lain desa wisata dan desa prima. Dari dua hal itu disatukan ke dalam program desa mandiri budaya.
Tentang desa budaya, Wardoyo mengingatkan ada tujuh pilar. Pilar pertama dimulai dari budaya, dilanjutkan kerajinan. Kemudian kuliner, bahasa, adat istiadat, warisan budaya dan situs sejarah. “Tujuh pilar itu menjadi penyangga desa budaya,” katanya.
Wardoyo berpesan dalam mengelola desa budaya mandiri, Bangunkerto harus dapat menerapkan ATM. Yakni akronim dari amati, tiru dan modifikasi. Tiga hal itu bisa dilakukan setelah peserta melakukan studi banding ke Candirejo.
Wardoyo berharap, para peserta dapat memanfaatkan pelatihan itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, muara terbentuknya desa mandiri budaya adalah mewujudkan kekuatan masyarakat desa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Karena itulah kemudian diberikan pelatihan peningkatan kapasitas bagi para pengelola desa mandiri budaya. Wardoyo menerangkan, perbedaan antara desa budaya dan desa wisata. Desa budaya lebih menitikberatkan pada upaya pelestarian adat dan tradisi yang ada di desa tersebut.
Sedangkan desa wisata lebih pada pemasaran atas kegiatan adat dan budaya tersebut. Baik desa wisata maupun desa budaya masuk dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah (Ripparda) DIY.
Wardoyo juga ingin Desa Budaya Mandiri Bangunkerto mampu mengantisipasi keberadaan bandara. “Tangkap sebagai peluang. Jangan sampai DIY hanya menjadi toilet. Buang air kecil di Jogja, belanja di luar DIY,” pesannya.
Praktisi Pariwisata Bakri mengatakan mengelola desa wisata dan desa budaya bukan sekadar kemauan. Namun juga kemampuan dan keseriusan. Tanpa keseriusan maka desa budaya akan sulit berkembang. Setelah berkembang, desa budaya akan menarik perhatian dan kunjungan wisatawan. (kus/by)