GUNUNGKIDUL – Provinsi DIJ masih bermasalah dengan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Persoalan utamanya, keterbatasan persediaan air bersih. Jika problem vital krisis air belum terurai, BABS bakal menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, selama menjadi gubernur belum bisa menyelesaikan BABS. Upaya yang terus dilakukan dengan penyediaan air bersih. Agar masyarakat bisa membuat toilet di rumah.

“Bagaimana akan stop BABS kalau gak ada air masuk? Itu saya gubernur 18 tahun, itupun ngalami 12 tahun belum selesai. Nah, kalau bupati, gubernur hanya maksimum 10 tahun tidak dilanjutkan kepala daerah berikutnya ndak pernah akan selesai hanya satu isu kesehatan masyarakat,” kata HB X di sela kunjungan kerja di Desa Bleberan, Playen, Rabu (8/5).

Pemprov DIJ berupaya membangun sarana air bersih. Juga mendorong Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat). Sejauh ini telah ada 983 Pamsimas di DIJ.

Salah satunya dikembangkan di Sumber Jambe, Desa Bleberan, Playen. “Tadi yang dikeluarkan 80 liter per detik. Tapi hanya 16 per detik (yang dimanfaatkan) untuk menjaga lingkungan potensi air yang ada,” ujar HB X.

Kepala Unit Air Bersih BUMDEs Bleberan, Udi Waluyo mengatakan, kemampuan pompa enam liter per detik mampu mengaliri 742 kepala keluarga dari 1073 kepala keluarga. Kendala pengembangan ada pada anggaran.

“Kami memanfaatkan sumber air di sini sejak 2002. Namun baru dikembangkan pada 2012. Waktu itu awalnya 357 SR (Sambungan rumah tangga), saat ini sudah bisa 742 SR,” kata Udi.

Sekretaris Dinas Kesehatan Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka mengatakan, 32 persen warga Gunungkidul belum memiliki jamban sehat. Ini masih menjadi problem yang harus diselesaikan.

” BABS dengan jambanisasi memang berhubungan erat, akan tetapi berbeda. Sudah 100 persen warga Gunungkidul tidak melakukan BABS. Tapi masih ada warga yang menggunakan jamban ala kadarnya,” kata Priyanta. (gun/iwa/rg)