JOGJA – Guru agama memegang peran penting mencegah berkembangnya paham radikal di tengah masyarakat. Khususnya di lingkungan sekolah. “Guru-guru agama itu merupakan agen perubahan,” ungkap Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) M. Muhtasyar Syamsudin saat berbicara di depan peserta workshop bertema “Harmoni dari Sekolah” di Hotel Cavinton Jogja, Kamis (9/5).
Dari hasil penelitian yang telah dipetakan FKPT DIY ada sejumlah lokasi yang dinilai rawan, sehingga layak mendapatkan pendampingan. “Kerawanan itu berpotensi melakukan tindakan radikal. Ini harus dicegah karena Yogyakarta menyandang predikat city of tolerance,” katanya.
“FKPT DIY terpanggil memberikan materi pembelajaran yang teduh dan ramah,” lanjut dia.
Workshop sehari itu digelar FKPT DIY bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Kegiatan itu juga menghadirkan narasumber Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Ummahat Kotagede KH Abdul Muhaimin dan Inspektur BNPT Amrizal.
Di depan peserta workshop Muhaimin mengingatkan, pendidikan fundamental berada di lingkungan keluarga. Gagalnya pendidikan formal dewasa ini karena tidak berhasilnya pendidikan keluarga. Menurut Muhaimin, pendidikan di keluarga sesungguhnya gampang dan sederhna. “ Resepnya satu. Wong tuwa nggo conto (orang tua harus dapat menjadi contoh, Red). Jangan semua diserahkan ke sekolah. Mengko dithutuk sithik lapor (Nanti kena jewer sedikit saja lapor, Red),” sindir Muhaimin.
Sedangkan Amrizal menekankan, terorisme masih menjadi ancaman nyata. Jika ada potensi harus dicegah. Dia masih ingat saat kuliah di Jogja 1978. Suasananya damai. Warganya sangat baik. Amrizal tak ingin kedamaian kota pelajar ini diganggu orang-orang berpikiran radikal.
“Bibit-bibit yang akan muncul sejak dini harus diredam. Cegah secara cepat supaya tidak menyebar. Tidak ada agama yang membenarkan membunuh orang tanpa alasan,” ingat Amrizal.
Dalam cara itu dia menyampaikan materi seputar Bahaya Terorisme dan Radikalisme serta Penanggulangannya. Dikatakan, workshop dengan melibatkan peserta para guru itu merupakan salah satu bentuk pencegahan. Di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) dan taman kanak-kanak (TK) ada tiga kunci.
Pertama, akidah agar mereka beriman. Kedua, ibadah dengan menanamkan hidup adalah ibadah. Ketiga, akhlak. Kejujuran dan kasih sayang kepada sesama. Hormati orang tua, guru dan saudara sehingga punya nilai integritas. “Kita lakukan pencegahan dari hati ke hati. Dengan hati bersih dan pikiran jernih,” ajaknya.
Lebih jauh dikatakan, dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 bukan berarti aksi terorisme menjadi surut. “ Frekuensinya berkurang, tapi kualitasnya semakin meningkat. Karena itu, perlu ada sinergi kuat pemerintah dan masyarakat. Termasuk guru serta kepala sekolah,” pintanya.
BNPT mendorong para guru meningkatkan metode pengajaran. Tujuannya agar menjadi inspirasi bagi peserta didik. “ Kita ingat waktu kecil kita main kelereng. Sekarang anak-anak kita asyik dengan ini,” ujar Amrizal sembari mengangkat ponsel dan menunjukkan kepada peserta.
“Ponsel membuat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh. Ini tugas berat kita semua,” ungkapnya.
Kegiatan yang juga mengusung tema Integrasi Nilai-nilai Agama dan Budaya di Sekolah dalam Menumbuhkan Harmoni Kebangsaan totalnya diikuti 110 peserta. Tampak ikut hadir di tengah-tengah peserta Dandim 0734/Yogyakarta Letkol Inf Wiyata S. Aji.
“Peserta merupakan guru-guru agama perwakilan dari tingkat PAUD, TK hingga SMP,” terang Ketua Panitia Ahmad Mustahiq. Dia ingin keterlibatan aktif para guru agama dan kepala sekolah selama acara. “Dari kegiatan ini bisa menjadi bahan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dapat diduplikasi secara nasional,” harap Mustahiq. (kus/yog/rg)