JOGJA – Lahan perkotaan yang sempit bukan alasan untuk tidak berkebun. Konsep urban farming atau pertanian dengan lahan sempit di perkotaan bisa menjadi jawabannya. Selain membuat lahan perkotaan menjadi hijau dan menghasilkan udara segar, juga bisa sebagai solusi ketahanan pangan. Bahkan tambahan penghasilan untuk warga.

Salah satu yang sudah menerapkan konsep urban farming adalah warga di RW 08 Suronatan, Notoprajan,  Ngampilan, Kota Jogja.  Pola pertanian ini dilakukan dengan cara pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) di sana.

KWT merupakan kelompok ibu-ibu yang mencintai lingkungan berada di kampung Suronatan. Kelompok ini didirikan sejak 2015 lalu. Sebagai gerakan lingkungan yang masif untuk membangun kampung Suronatan menjadi kampung yang hijau.

“Sedapat mungkin kami maksimalkan lahan yang kosong meski komplek kami sempit, bergang-gang, tapi bagaimanan caranya supaya bisa ditanami tanaman yang bisa menyejukkan, ” kata Ketua RW 08, Suronatan,  Fauzi Noor Afshochi kepada Radar Jogja, Minggu (19/5).

Fauzi menjelaskan, lahan kosong yang berada di tengah gang RT 47 seluas 40 meter persegi di komplek yang sempit itu, ditanami berbagai jenis tanaman. Antara lain tanaman perindang yang bisa menghasilkan oksigen yang cukup banyak.  Di antaranya tanaman hias atau tanaman apotek hidup. Semisal temulawak, jahe, dan lain-lain. Tak hanya itu, ditanam pula tanaman buah, seperti mangga, atau jambu. Termasuk tanaman untuk kebutuhan sehari-hari memasak seperti cabai, sawi, kacang-kacangan, dan sebagainya.

“Harapan kami ini mejadi gerakan yang memberi dampak, kemudian masyarakat nantinya berbelanja sayuran bisa ditempat kami, dan uangnya akan kami gunakan untuk belanjakan selain untuk operasional juga membeli bibit dan pupuk,” jelasnya.

Anggota DPRD Kota Jogja itu juga menjelaskan urban farming tak sekadar menanam saja. Bahkan guna perawatan lebih lanjut terhadap pertanian yang sudah dijalankan itu. Fauzi kerap kali mengadakan kegiatan edukasi atau berdialog dengan mengundang pendamping pertaniaan melalui Dinas Pertanian dan Pangan Kota Jogja. Diminta untuk mengedukasi masyarakat terkait cara perawatan pertanian itu sendiri. “Sehingga bisa memberikan arahan dan masukan kepada masyarakat supaya bisa menjaga tanamannya tumbuh dengan baik,” jelasnya.

Fauzi mengenang cikal bakal berdirinya KWT di wilayahnya. Sebelum program ini ada, kata dia, sudah lebih dulu menggerakan bersih lingkungan dan kemudian membentuk bank sampah. Dampaknya, mereka kerap berprestasi tingkat Kota, dan maju tingkat provinsi. Bahkan setiap tahun selalu diikutkan lomba green and cleaning oleh Pemkot Jogja.

Tapi bukan prestasi yang dikejarnya. Menurut dia, yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat. “Jangan hanya kita membersihkan lingkungan pada saat lomba, tapi jadikan bagian dari perilaku kita insyaallah ada lomba atau tidak kalau lingkungan kita bersih kita akan sehat, ” pesannya.

Sebelum urban farming, lanjut Fauzi, masyarakat tidak terkoordinasi dalam membina lingkungannya. Sehingga butuh arahan atau pendampingan untuk menggerakkan mereka agar sadar akan lingkungan. Karena itu, ketika terpilihnya dia menjadi Ketua RW 08 Suronatan pada saat itu, dia melontarkan program ini.

“Ayo mari masyarakat kita bangkitkan untuk setiap lahan yang kosong kita manfaatkan kegiatan yang menghasilkan produk apapun termasuk penghijauan. Dari sini kan setidaknya kebutuhan rumah tangga mereka tercukupi, ” jelasnya.

Sementara Ketua KWT Suronatan Rohmah menambahkan untuk perawatan pertaniannya itu menggunakan pupuk kompos dari jenis sisa makanan yang dimasukkan ke titik lubang biopori. Hasilnya akan dipanen setelah dibiarkan selama empat bulan. Selain itu ada juga kompos menggunakan daun-daun kering yang lama-lama akan membusuk menggunakan cairan EM4. “Jadi tanaman yang kami olah ini tidak tercemar zat kimia,  dan akan lebih terjamin kesehatannya,” tutur dia.

Selain itu, yang dilakukan guna mencegah adanya hama penyakit pada tanamannya, KWT membuat cairan semacam pestisida organik. Dibuat sendiri dari air yang ditambahkan nasi basi kemudian dibiarkan selama sepuluh hari kemudian disemprotkan pada tanaman – tanaman.

“Ya dengan adanya tanaman ini kan komplek kami bisa menghasilkan oksigen sendiri dan mengurangi polusi udara, dan di pangan kami bisa sedikitlah mengurangi pengeluaran,” tuturnya.

KWT Suronatan juga menyediakan kotak senyum. Kotak ini diperuntukan pada warga sekitar yang ingin mengambil hasil tanaman. Mereka tinggal mengisi infaq di kotak senyum yang disediakan,  “Jadi ini juga untuk kesejahteraan warga sekitar sini, kami tidak mematok harga seikhlasnya saja,” jelasnya. (**/cr15/pra/by)