JOGJA – Kebijakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIJ perihal zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK menuai polemik. Tidak sedikit orang tua yang kecewa. Lantaran sistem zonasi baru itu memberangus impian calon siswa mendaftar di SMA/SMK favorit.
Berdasar petunjuk teknis disdikpora, sistem zonasi PPDB Tahun Ajaran 2019/2020 berbasis kelurahan. Akibatnya, calon siswa hanya bisa mendaftar sekolah di kelurahan mereka.
Banowo Setyo Samudra, seorang wali murid mengkritik, tidak hanya orang tua yang menjadi korban dalam peneriman sistem baru zonasi PPDB. Lebih dari itu, juga calon siswa.
Lantaran calon siswa sudah all-out untuk mendapatkan nilai terbaik saat ujian nasional berbasis komputer SMP. Jamak calon siswa yang rela mengikuti berbagai bimbingan belajar dan try out agar dapat diterima di SMA favorit. Di antaranya, SMAN 1 dan SMAN 3 Jogja.
”Nilai ujian sekarang tidak diperhitungkan lagi. Padahal, mereka saat mendaftar SMP tiga tahun lalu melalui seleksi berdasarkan hasil ujian nasional,” keluh Banowo saat audiensi di DPRD DIJ kemarin (22/5). Ikut audiensi beberapa wali murid SMPN 5 dan SMPN 8 Jogja. Mereka diterima Ketua DPRD DIJ Yoeke Indra Agung Laksana.
Selain berbasis kelurahan, Banowo mengakui konsep zona dua yang ditawarkan memungkinkan calon siswa bisa bersekolah di luar wilayah. Hanya, Banowo menganggap konsep itu hanya pepesan kosong. Lantaran jumlah kelulusan SMP dan kuota kursi SMA tidak seimbang. Bahkan, sangat njomplang.
”Perbandingannya 1:3. Lulusan SMP 3. Sedangkan kursi SMA-nya 1. Itu ibarat PHP (pemberi harapan palsu), karena pasti kursi sudah habis,” ketusnya.
Dengan penerapan sistem zonasi ini, Banowo meyakini iklim kompetisi di kalangan siswa hilang. Lantaran mereka tak bisa lagi berlomba-lomba masuk sekolah favorit.
Terlepas dari itu, Banowo mengaku sepakat dengan kebijakan zonasi PBDB. Hanya, Banowo berdalih penerapan kebijakan itu membutuhkan masa transisi.
Mendengar hal ini, Ketua DPRD DIJ Yoeke Indra Agung Laksana sependapat. Menurutnya, penerapan sistem baru zonasi bisa mengancam pendidikan di Kota Jogja.
”Kami khawatir iklim kompetisi hilang karena sekolah berdasar kedekatan rumah,” katanya.
Karena itu, politikus PDIP ini berjanji bakal mengundang berbagai pihak terkait. Di antaranya, Disdikpora DIJ dan orang tua. Itu untuk mencari solusi terbaik.
”Semoga dari rapat dengar pendapat nanti menemukan solusi terbaik bagi pendidikan di Jogja,” harapnya. (cr8/zam/rg/fj)