JOGJA – Penerbit Halaman Indonesia Cultural Forum bekerjasama dengan Clinic For Community Empowerment (CCE) Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menerbitkan buku menarik berjudul “Merawat Perdamaian: Metode Sistem Peringatan Dini Konflik”. Karya Dosen Psikologi UAD Dr Hadi Suyono SPsi MSi. Buku ini berawal dari riset penelitian untuk disertasi doktoral tentang studi kasus konflik antara petani dengan perusahaan penambangan pasir besi di Kulonprogo. Isinya membedah terkait bencana alam yang telah ada peringatan dini, maka konflik sosial di masyarakat pun semestinya bisa pula disusun peringatan dini konflik atau Early Warning System (EWS).

Buku tersebut sempat dibedah di Perpustakaan Kampus Utama UAD di Jalan Ringroad Selatan, Sabtu (4/5) yang menghadirkan Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM Muhammad Najib Azca PhD dan Ketua Program Studi Doktor Politik Islam UMY Dr Zuly Qodir sebagai pembicara.

Dalam bukunya, Hadi menyebut konflik di negeri ini seakan tak ada habisnya. Dan selama ini, negara, pemerintah, atau kita semua selalu reaktif. Mengatasi konflik ibarat pemadam kebakaran. Kondisi semacam itu menunjukkan kita tidak pandai mengelola konflik.

Buku ini membawa pembaca memahami konflik melalui perspektif Psikologi Sosial yang disajikan secara jelas, rinci, dan detail. Pengelolaan konflik di Indonesia belum banyak memikirkan peringatan dini. Lebih banyak memikirkan tentang penanganan pasca konflik yang meliputi pola menelusuri proses, mencari faktor penyebab dan resolusi konflik. Termasuk di dalamnya mengenai studi konflik yang mengkaji peringatan dini masih jarang dilakukan di Indonesia. Buku ini bisa disebut sebaagai pelopor untuk studi pra konflik di Indonesia. Ada sepuluh Metode dalam Penerapan Sistem Peringatan dini Konflik. Diataranya identifikasi Prediksi Konflik, mendefinisikan secara operasional prediktor konflik, dan menentukan tipe konflik. Pengembangan EWS diimplementasikan melalui upaya preventif agar konflik tidak menjadi kekerasan dan berujung perdamaian, entah konflik antar agama, antar suku, terorisme, sosial, dan politik.

Ditulis pula beberapa variabel (prediktor) yang membuat suatu konflik terjadi, yakni identitas sosial, prasangka, dan intensi (dorongan). Jika prasangka tinggi, maka akan mudah terjadi suatu konflik, misalnya ekonomi seperti berebut lahan, konflik agama, konflik kesukuan, konflik kerusuhan, dan politik. Prasangka memberikian kontribusi yang paling tinggi terhadap potensi konflik.

Indikator EWS akan berbeda-beda antara konflik satu dengan konflik lainnya. Tidak bisa diseragamkan. Terlebih di Indonesia yang memiliki beragam budaya maupun kondisi geografis yang luas. Dengan mengetahui atau memegang metodenya, penyelesaian konflik pada satu waktu, bisa dilakukan relatif lebih mudah. Tinggal menemukan indikator-indikatornya sesuai kondisi sosial budaya masyarakat maupun geografis setempat. (*/a11/pra/er)