SLEMAN – Pemilihan presiden di negara manapun, bukan saja suatu momentum pergantian pemimpin suatu negara saja. Tetapi, sebenarnya, awal dari banyak perubahan politik dan sistem dalam suatu negara.

Barrack Obama misalnya, berhasil menusukkan sistem yang sosialistik dalam negara yang kapitalistik tersebut melalui program jaminan kesehatan. Tentu saja program politik Obama tak disukai kaum kapitalis di negeri itu. Sebab, program pemerintah ini akan menambah beban pajak yang harus mereka bayar. Artinya, kehadiran sang presiden sebagai pemimpin suatu pemerintahan (dengan didukung partainya), akan membawa dampak ekonomi baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Suka atau tidak suka, pemerintahan Jokowi menyelesaikan jalan tol trans Jawa itu sebagai program politik dalam pengembangan infrastuktur di Pulau Jawa. Impak sosial politiknya pun ada. Paling tidak, banyak warga di berbagai dapil baik di Jawa Tengah dan Jawa Timur memperoleh keuntungan dan manfaat yang menjadikan mereka ikut menyumbang suara agar terpilih lagi dalam pemilu lalu.

Tentu masyarakat setempat berharap program pengembangan jalan tol tersebut dilanjut dengan program lanjutan sehingga menjadi keuntungan ekonomis bagi para pemilih tersebut. Itulah gambaran rasionalitas pemilih dengan keputusan politik. Kepentingan mewarnai opsi pemilihan dalam suatu pemilihan umum.

Gambaran singkat ini menjelaskan masyarakat akan bertanya: Apa yang akan dikerjakan oleh pemenangan pilihan presiden? Itulah sebabnya tiap orang akan lebih mudah memahami apa saja yang akan dilakukan oleh inkumben dari pada si penantangnya. Sebab, si penantang biasanya sangat sulit mengkonstruksi sisi program kerja yang akan dilaksanakan kelak.

Itu pula yang menjelaskan kenapa dalam pemilihan umum inkumben akan lebih mudah menjelaskan rencana kerja yang harus dilakukan dibandingkan si penantang. Memenangkan pertarungan melawan inkumben di negeri mana pun memang jauh lebih sulit dibandingkan dengan sesama kandidat baru dalam meraih kemenangan. Mayoritas pemilu baik pilpres, pilgub, dan pilkada di Indonesia dimenangkan para inkumben dan para inkumben yang buruk kualitas kerjanya pula yang akan kalah dalam pemilu.

Menganalisis prospek ekonomi pasca-pemilihan umum, tentu lebih mudah dari sisi inkumben karena dalam debat pemilu (yang sangat singkat). Keduanya lebih banyak berretorika belaka dan sangat sulit untuk ditafsirkan sebagai suatu basis kebijakan kenegaraan. Tentu artikel ini tak bermaksud mendiskreditkan pihak penantang dalam Pemilu 2019, karena perilaku manajerialnya memang belum pernah terlihat dalam kontribusi kebijakan publik.

Berbeda dengan periode jabatan pertama, di periode kedua adalah kesempatan membangun legacy bagi seorang presiden. Langkah awal, pastilah harus dengan segera melakukan konsolidasi kekuasaan agar semua agenda pemerintahan yang dirancang dapat berjalan dengan semestinya.

Periode jabatan kedua adalah upaya melanjutkan program periode pertama, dengan sekaligus menutup kekurangan dan kritik yang dilontarkan pihak penantang. Apapun yang dilontarkan lawan, sebetulnya adalah kontribusi pemikiran untuk periode jabatan yang keduanya.

Poin penting yang harus dipahami adalah pembangunan infrastruktur yang begitu masif memerlukan integrasi dengan pengembangan sosial-ekonominya agar mampu meningkatkan kesejahteraan sosial. Kemiskinan adalah persoalan jangka panjang yang tentu tidak akan mudah dipupus oleh seorang presiden dalam satu periode jabatan saja. Sebab, membangun kesejahteraan bukan semata pekerjaan seorang presiden tetapi keseluruhan dari sistem pemerintahan dan perekoniman yang ada pada suatu negara.

Integrasi dan sinkronisasi adalah kata kunci dalam pengembangan tiap proyek  infrastruktur nasional dengan pemerintah di level propinsi maupun daerah otonom. Langkah propinsi dan daerah pun harus dengan cepat membuka ruang ruang usaha yang terakses dengan semua proyek strategis nasional tersebut.

Tanpa ada upaya daerah untuk membuka ruang ekonomi bagi proyek tersebut, tentu tidak akan banyak manfaatnya bagi peningkatan perekonomian di level kota maupun kabupaten. Justru, inisiatif daerah untuk memanfaatkan tiap proyek nasional itulah yang jauh lebih penting dari proyek strategis nasionalmnya itu sendiri.

Kita ambil saja satu contoh kasus, dengan terbukanya akses jalan tol trans Jawa tak terlihat satu pun pemerintah daerah yang mengambil kesempatan potensi relokasi industri di Jabodetabek. Tekanan UMR yang tinggi di kawasan industri membuka kesempatan ruang industrialisasi di daerah.

Padahal, jalan tol itulah yang menjadi faktor ancaman bagi pemilik industrial estateyang kaya raya di Jabodetabek. Kemudahan akses ke pelabuhan itulah yang menjadikan setiap industri bisa didirikan di mana pun. Bahkan, pemerintahan di level desa atau kecamatan pun punya potensi mengundang dan memfasilitasi berdirinya suatu industri tanpa harus menunggu bupatinya yang lamban kerja.

Pembangunan jalan tol trans Jawa itu punya impak yang luar biasa dalam tiap denyut perekonomian di sekitarnya. Bahkan, bisa pula sebaliknya bisa berakibat negative bagi daerah-daerah yang tak dilewati jalan tol tersebut.

Justru, bukan di kedua sisi jalan tol tersebut. Tetapi, semua bisnis yang berada dalam kawasan yang terakses dengan jalan tol berpotensi tumbuh dengan baik. Bahkan, muncul berbagai bisnis baru penunjang fungsi jalan tol seperti rest area yang dilengkapi dengan stasiun pengisian bahan bakar minyak maupun pertokoan.

Sering kali kita tak suka dengan siapa yang menang dalam pilkada sampai pilpres. Tetapi, banyak hal terkait dengan keputusan politik di level lokal sampai pusat itu berdampak pada perekonomian maupun sistem sosial. Boleh nggak suka dengan orangnya, tapi siapa pun (termasuk kita) tidak akan bisa mengelak semua akibat dari keputusan politik yang berimbas pada ekonomi di level lokal sampai pusat.

Keputusan seorang Jokowi atau Prbowo akan berdampak pada nasib bisnis yang telah eksis atau sebaliknya. Namun, setiap pebisnis harus cerdik melihat peluang bisnis dari suatu keputusan politik yang suka atau tidak suka harus terjadi.

Siapa yang menang dalam pilpres, itu tidak penting! Sebab, siapa pun orangnya yang mampu melihat peluang usaha sajalah yang menjadi pemenang dalam tiap pemilu tersebut. (amd/fj)