KULONPROGO – Ribuan ikan nila mati di Laguna Pantai Trisik, Kecamatan Galur. Menghindari penyebaran penyakit, ikan-ikan tersebut dikuburkan, Rabu (12/6).

Ribuan ikan nila yang dibudidayakan di Laguna Trisik mati mendadak pada Selasa petang (11/6). Ikan yang mati sebagian diambil warga untuk dikonsumsi.

Dugaan awal, matinya ribuan ikan nila akibat limbah tambak udang yang memiliki kadar amoniak tinggi. Selebihnya, kondisi air di Laguna Trisik mengalami penyusutan. Suhu udara panas membuat ikan mati.

Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan Kecil, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo, Sugiharto mengatakan, bangkai ikan mengundang lalat. Bisa menyebarkan penyakit. Lalat bisa masuk ke permukiman warga dekat laguna.

“Bangkai ribuan ikan ini tidak hanya mengeluarkan bau tidak sedap. Tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat,” kata Sugiharto.

Penguburan bangkai ikan memakai alat berat (eskavator). Melibatkan anggota Kelompok Budidaya Bandeng Jaya. Bangkai ikan dikubur di tepi barat laguna. Bangkai ikan disisir dan dikumpulkan. Kemudian dimasukkan ke dalam lubang dan ditimbun pasir.

“Penguburan selesai sehari. Selanjutnya kami akan berkomunikasi dengan para petambak untuk mencari solusi ihwal pengelolaan limbah tambak. Yang diduga mencemari laguna,” ujarnya.

Mengantisipasi kemungkinan lebih buruk, aktivitas pembuangan limbah dihentikan hingga air laguna kembali bersih. Tambak udang juga perlu dibersihkan dari limbah atau kotoran udang demi keberlangsungan budidaya udang.

“Sejauh ini kami masih memberikan imbauan kepada para petambak. Agar tidak membuang limbah ke laguna. Mereka perlu membuat bak pengolah limbah sebelum dibuang. Agar tidak mencemari laguna,” jelas Sugiharto.

Ketua Kelompok Bandeng Jaya, Supoyo menyatakan, akibat musibah ini dia mengalami kerugian Rp 20 juta. Total ikan yang mati sebanyak dua ton. Namun dia tidak menyalahkan aktivitas tambak udang.

“Ikan-ikan ini mati karena faktor alam. Musim kemarau memicu volume air laguna seluas dua hektare menyusut. Suhu air panas, ikan mati,” kata Supoyo.

Menurut dia, sejauh ini dia sebagai pengelola budidaya ikan tidak pernah berkonflik dengan petambak udang. Warga Trisik juga tidak ada yang dirugikan.

“Fenomena ini sebetulnya sering terjadi. Tahun lalu ikan yang mati akibat fenomena susutnya pasokan air laguna lebih banyak. Waktu itu sampai tiga ton,” ujar Supoyo.

Dia mengaku, tidak semua ikan mati. Kebanyakan ikan yang tidak kuat dan mati, berupa ikan yang sudah dewasa. Sementara ikan yang masih kecil lebih kuat dan bertahan hidup.

“Bangkai ikan sudah ditangani. Untuk ikan yang kecil-kecil dan masih hidup, bulan depan mungkin sudah bisa dipanen,” kata Supoyo yang juga Ketua Kelompok Tambak Udang Fanami Trisik Jaya.

Sebagai pengelola ikan dan tambak udang, Supoyo mengaku persoalan limbah yang harus dibuang ke laguna adalah satu-satunya pilihan bagi petambak udang. Jika ada alternatif pengelolaan limbah yang lebih baik, pihaknya masih menunggu solusi konkret pemerintah.

“Hingga sekarang, pengolahan limbah belum ada solusi jelas. Penyuluhan dan sosialisasi mengarahkan limbah dibuang ke muara,’’ kata Supoyo.

Limbah udang, kata dia, bermanfaat bagi ikan di laguna. ‘’Sisa-sisa pakan udang yang ikut terbuang menjadi asupan makanan bagi ikan. Hingga cepat besar. Dan itu tidak dipersoalkan masyarakat,” kata Supoyo. (tom/iwa/fj)