SLEMAN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman intens menerapkan langkah antisipasi penularan penyakit antraks. Meski, hingga sekarang belum ada hewan ternak atau warga yang terpapar. Di antara langkah antisipasi itu adalah pemberian penyuluhan.
”Kami juga menjalin koordinasi lintas sektor, untuk mencegah penyebarannya,” jelas Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo saat dihubungi Minggu (23/6).
Bahkan, kata Joko, dinas juga menyediakan antibiotik dosis tinggi. Itu diberikan kepada pasien dengan gejala mirip antraks di puskesmas atau rumah sakit.
”Nah, jika ada penderita, kami memberlakukan kebijakan pengamatan di wilayah sekitarnya,” ucapnya.
Kasus antraks di Kabupaten Sleman terakhir pada 2003. Tepatnya di Kecamatan Pakem. Menurutnya, antraks merupakan penyakit zoonosis. Hewan peliharaan, seperti sapi, domba, kerbau, kuda, dan babi bisa terpapar. Sekaligus bisa menularkannya. Penyebabnya adalah bakteri bacillus antracis.
”Bisa menular ke manusia melalui kulit, inhalasi, dan mulut melalui makanan,” jelasnya.
Medik Veteriner Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Wisnu Sutomo menyebut salah satu faktor pemicu penularan antraks adalah perilaku masyarakat. Sebagian masyarakat masih menyembelih hewan ternak yang mati mendadak. Parahnya lagi, mereka membagikan daging sembelihan kepada tetangga sekitar. Bahkan, ada pula yang menjualnya dengan harga murah.
Perilaku ini, Wisnu mengingatkan sangat berisiko. Apalagi, hewan peliharaan yang mati mendadak tersebut akibat terpapar antraks.
”Hewan ternak mati mendadak jangan disembelih agar oksigen tidak masuk, sehingga bakteri antraks akan hancur karena tidak sempat membentuk spora bersama dengan bangkai,” ingatnya.
Selain antisipasi secara medis, pemkab juga mengawasi ketat lalu lintas perdagangan sapi dan kambing.
”Terutama dari daerah yang rawan antraks,” jelas Kabid Peternakan DP3 Sleman Harjanto.
Kendati begitu, Harjanto belum bisa memastikan hewan ternak yang masuk wilayah Sleman bebas antraks. Lantaran pos pengawasan hanya berada di titik tertentu. Sementara, ada sebagian pedagang yang memanfaatkan jalan tikus. Karena itu, Harjanto menegaskan, setiap transaksi hewan ternak harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Itu sebagai garansi bahwa hewan ternak yang dijual sehat dan bebas penyakit. (har/zam/fj)