BANTUL – Upaya Pemkab Bantul mensiasiati musim kemarau dengan rekayasa tanam, tidak disanggupi oleh petani di Kecamatan Dlingo. Penggantian tanaman padi dengan palawija juga dirasa tidak memungkinkan. Hal itu karena petani sudah tidak bisa mendapatkan sumber pengairan lahan.
Kondisi itu yang saat ini dirasakan Ponimin, 55 warga Dusun Sukorame, Gunungbathok, Mangunan, Dlingo, Bantul. Dia hanya bisa pasrah melihat lahan milik kakaknya gagal panen atau puso.
Agar padi yang kering tidak terbuang sia-sia, dia kemudian memilih membabatnya untuk dijadikan pakan sapi. Hal ini dilakukan Ponimin setelah satu lahan miliknya juga bernasib sama.
“Saya punya tiga petak sawah, yang satu gagal panen. Sedangkan yang dua masih bisa panen, tapi tidak maksimal,” ujarnya saat ditemui di ladangnya Senin (8/7).
Akibatnya, Ponimin menderita kerugian yang cukup besar, bahkan ditaksir mencapai Rp 2,5 juta. Jumlah itu dihitung dari biaya pembelian pupuk, bibit, tenaga dan kebutuhan operasional lainnya untuk lahan seluas 300 meter persegi miliknya.
Sebelumnya, pemkab melalui Kepala Dinas Pertanian Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Disperpautkan) Pulung Haryadi sempat menyarankan agar petani padi mengganti tanaman dengan palawija. Hal ini dikarenakan tanaman palawija sedikit dalam kebutuhan air, dan memungkinkan untuk ditanam pada musim kemarau.
Namun pada kenyataanya, Ponimin mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, di area sawah Sukorame tempat dia berladang sudah tidak terdapat sumber air.
Untuk melakukan droping air pun juga dirasa cukup berat, mengingat dibutuhkan jumlah yang sangat banyak. Selain itu, harga untuk pembelian air pun juga dirasa sangat mahal.
“Per tangki itu harganya Rp 125 ribu. Kalau mau mengairi lahan, saya nanti bisa habis banyak. Malah rugi, jadi ya sudah pasrah saja,” keluhnya.
Selain kekeringan, Ponimin juga mengeluhkan kerugian terkait permasalahan hama. Ada pun yang cukup menjadi masalah adalah serangga trotol.
Pasalnya, akibat serangan hama ini tanaman miliknya menjadi menguning dan menghambat hasil beras dari padi-padi miliknya. Terkait masalah ini, dia mengantisipasi dengan menabur batu gamping di areal sawah. “Ini sebagai penangkal. Tapi ya nyatanya juga masih ada (hamanya). Pestisida juga sudah dicoba, tapi sia-sia,” ungkapnya.
Sebelumnya, Camat Dlingo Deny Ngajis Hartono mengungkapkan, wilayah terdampak gagal panen di wilayahnya mencapai 84 hektare. Dengan beberapa desa terdampak paling banyak yakni di Munthuk, Dlingo, Jatimulyo, dan Mangunan.
Dia juga mengungkapkan, para petani di Kecamatan Dlingo juga sudah pasrah tetkait bencana ini. Mengingat masalah kekeringan merupakan langganan tiap tahun di wilayah itu. “Petani kemudian memilih nge-rit tanaman padinya untuk pakan ternak,” katanya. (cr5/laz/er)