GUNUNGKIDUL – Ramalan Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Pemkab Gunungkidul tentang produksi padi tahun ini terbukti meleset. Dalam angka pragnosa 2019, produksi padi dan palawija tidak sesuai dengan harapan. Jeblok.

Padi sawah dan padi gogo dalam satu tahun ke depan pada lahan seluas 59.197 hektare diramalkan mampu menghasilkan sebanyak 290.527 ton. Tapi, ramalan itu tidak terealisasi.

Periode Januari-April luas lahan padi sawah 7.471 hektare target produksi 43.803 ton.

Sedangkan padi gogo atau tadah hujan dengan luas lahan 41.668. Targetnya mampu menghasilkan 188.381 ton.

Kemudian periode Mei-Agustus, luas lahan 9.490,5 hektare prediksi mengeluarkan hasil 54. 077 ton.

Hanya saja, proyeksi itu mental. Pada musim tanam kedua atau musim hujan ke dua, harapan itu pupus. Areal lahan pertanian dari sebagai wilayah di Bumi Handayani diterjang puso. Data terbaru menyebutkan, luas lahan gagal panen mencapai 1.927 hektare.

Di Kecamatan Gedangsari terdapat 860 hektare lahan mengalami puso. Kecamatan Semin seluas 505 hektare, Ngawen 285 hektare, Karangmojo 47 hektare, Girisubo mencapai 6 hektare, dan Ponjong seluas 10 hektare. Sedang untuk Patuk ada 154 hektare, Wonosari sekitar 2 hektare, Playen sejujmlah 50 hektare, dan Nglipar seluas 8 hektare.

”Fenomena lahan puso sebagai dampak dari anomali cuaca. Musim hujan datang terlambat, musim kemarau datang lebih cepat,” kata Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Raharjo Yuwono saat dihubungi Kamis (11/7).

Oleh sebab itu, DPP Gunungkidul mengingatkan petani agar tidak memaksakan diri menanam padi karena dampak kemarau panjang. Terutama petani pemilik sawah tadah hujan.

Petani diminta tidak menanam padi. Diminta menanam palawija atau tanaman lain yang tahan kering.

”Cuaca diperkirakan semakin panas dan puncaknya terjadi Agustus. Pada saat itu diprediksi stok air untuk lahan pertanian dari berbagai sumber seperti sungai, dam, dan waduk mengalami penurunan drastis,” ujarnya.

Saat ini terbilang baru awal musim kemarau. Lahan yang menanam padi masih banyak. Misalnya, di Semin terdapat seluas 15 hektare, Ponjong 90 hektare, Wonosari 3 hektare yakni di Desa Karangtengah dan Pulutan.

”Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, tanam padi seluas 40 hektare,” ungkapnya.

Sedangkan petani di Kecamatan Playen dan Patuk rata-rata sudah beralih menanam palawija. Mereka memilih tidak menanam padi. (gun/amd/zl)