GUNUNGKIDUL – Dikenal sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi di daerah Istimewa Jogjakarta. Berbagai upaya ditempuh untuk menurunkan tingkat kemiskinan itu. Sektor pariwisaya yang sempat dinilai dapat mendukung menurunkan tingkat kemiskinan pun ternyata tak banyak berkontribusi.

Sampai saat ini, Gunungkidul masih dicap sebagai daerah miskin. Bahkan, berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) terungkap wilayah ujung timur Provinsi DIJ ini memiliki angka kemiskinan tinggi.

PERLU PERHATIAN: Seorang anak dalam gendongan saat sosialisasi program bantuan iuran BPJS Provinsi DIJ di Kantor Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul Jumat (12/7). (GUNAWAN/RADAR JOGJA)

Padahal, beberapa tahun terakhir Gununngkidul dikenal sebagai magnet pariwisata. Banyak wisatawan yang datang dan membelanjakan uangnya di Gunungkidul sehingga mengangkat perekonomian masyarakat.

Tapi, cap Gunungkidul sebagai daerah miskin tetap melekat. Kondisi demikian kerap menjadi pertanyaan pemangku kebijakan di Gunungkidul mengenai keakuratan angka kemiskinan yang dirilis BPS.

Anggota Komisi D DPRD Gunungkidul Heri Nugroho angkat bicara. Menurutnya, kenyataan sektor pariwisata sekarang berbeda dibanding beberapa tahun lalu. Saat ini jumlah kunjungan wisata maupun pendapatan menurun.

Itu bermula dari Badai Cempaka yang menerjang Pantai Selatan Gunungkidul beberapa tahun lalu. Sejak bencana alam itu, kunjungan wisata terus anjlok. Target kunjungan wisata pada triwulan pertama 2019 yang dicanangkan Pemkab Gunungkidul pun tidak tercapai.

”Saya sudah berulang-ulang menyampaikan. Kita harus berinovasi dalam dunia pariwisata,” kata Heri saat dihubungi Radar Jogja.

Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Gunungkidul, target pendapatan asli daerah (PAD) retribusi wisata pada 2018 tidak memenuhi sasaran. Target kunjungan dipancang sebanyak 3,5 juta pengunjung. Hanya terpenuhi 3,04 juta pengunjung.

Hal ini berdampak terhadap pendapatan daerah. Target pendapatan ikut turun. Awalnya ditarget Rp 28 miliar. Tapi, hanya diraih sebesar Rp 24,2 miliar.

”Bagaimana dengan target PAD tahun ini? Kan tidak tercapai pada saat libur lebaran,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Gunungkidul Amir Misbahul Munir menyampaikan, pada 2015 angka kemiskinan mencapai 21,73 persen atau sekitar 155 ribu jiwa. Sedangkan pada 2016 angka kemiskinan turun menjadi 19,34 persen atau sekitar 139 ribu jiwa.

Lalu, pada 2017 ke 2018 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin. Penurunannya sebesar 1,53 persen atau sekitar 9.978 jiwa. Dari 135.737 jiwa menjadi 125.759 jiwa. Kemiskinan turun 1,53 dari 18,65 persen ke 17,12 persen.

”Angka kemiskinan di Gunungkidul tinggi,” tegas Amir.

Jika dibanding beberapa kabupaten di sekitarnya, persentase penduduk msikin di Gunungkidul tergolong tinggi. Hanya Kulonprogo yang memiliki persentase angka kemiskinan dibanding Gunungkidul. Yakni, sebesar 18, 30 persen.

”Namun demikian, terlihat penurunan paling signifikan terutama dalam tiga tahun terakhir di antara enam kabupaten/kota di DIJ,” ujarnya. (gun/amd/zl)