BANTUL – Suasana di Pedukuhan Onggopatran, Srimulyo, Piyungan Senin (15/7) berbeda. Hampir seluruh warga setempat tumplek-blek mengikuti prosesi mboyong lumpang.

”Ini merupakan acara adat dan termasuk sakral bagi pedukuhan kami,” jelas Dukuh Onggopatran Heni Nurwidiastuti usai prosesi.

Ya, lumpang yang terbuat dari batu alam itu punya sejarah panjang bagi warga Onggopatran. Heni menyebut lumpang bernama Genduk Tentrem itu peninggalan para leluhur.

Heni bercerita lumpang semula ditemukan warga di dasar sungai. Persisnya di dekat mata air yang mengaliri wilayah Onggopatran. Warga sempat memanfaatkannya sebagai alat penumbuk padi. Hanya, lumpang kembali lagi ke pinggir sungai.

”Seperti tidak mau dipindahkan,” tuturnya.

Nah, ritual yang dikemas merti dusun Senin untuk mengangkat kembali lumpang dari pinggir sungai. Lumpang berdiameter sekitar satu meter dengan berat hampir setengah ton diputuskan warga dijadikan monumen penanda desa.

Setidaknya ada 20 orang yang terlibat langsung prosesi mboyong lumpang. Mereka bergantian mengangkat lumpang dari pinggir sungai. Sebelum dipasang dijadikan monumen, lumpang dimandikan dan didoakan.

”Kemudian digotog ramai-ramai dengan kirab menuju pintu masuk pedukuhan,” katanya.

Sunarto, seorang warga berharap ritual mboyong lumpang sebagai pengingat bagi generasi Pedukuhan Onggopatran.

”Mudah-mudahan Lumpang ini menjadi daya tarik pedukuhan kami,” harapnya. (sky/zam/zl)