JOGJA – Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jogjakarta Widjo Kongko mengungkapkan, pesisir selatan menyimpan potensi energi tsunami besar. Persisnya mulai Jawa Barat hingga Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur. Kekuatannya 8,5 hingga 8,8 magnitude. Saking besarnya, ketinggian tsunami mencapai 20 meter. Sementara, jangkauan rendaman air laut mencapai tiga hingga empat kilometer.
”Fenomena ini dikenal dengan nama megathrust,” jelasnya ditemui di ruang operasional Pusdalops BPBD DIJ Rabu (17/7).
Terkait waktu gelombang tsunami tiba, Widjo menyebut sekitar 30 menit. Dengan begitu, waktu yang tersisa untuk evakuasi dan penyelamatan sekitar 25 menit. Lima menit digunakan untuk prosedur peringatan dini Badan Meteorologi Klamotologi dan Geofisika (BMKG).
Menurutnya, fenomena megathrust ini akibat pergerakan lempeng indoaustralia yang mendesak lempeng indoerasia.
”Pergerakan mencapai tujuh sentimeter per tahunnya,” sebutnya.
Tsunami di pantai selatan, kata Widjo, sebenarnya pernah terjadi. Tepatnya saat gempa bumi 2006. Ketinggian gelombang laut di Pantai Pandansimo, Bantul saat itu mencapai tiga hingga empat meter.
”Pada 2006 tercatat tsunami terjadi di sepanjang garis pantai Jawa Barat hingga Jember,” ujarnya.
Catatan BPPT ini juga dikuatkan dengan kajian dan riset tentang tsunami kuno. Dalam kajian itu disebutkan, kawasan Bali dan Lebak Banten memiliki kesamaan sedimen. Itu menunjukkan bahwa kawasan Bali dan Banten pernah diterjang tsunami bersamaan.
Indikator ini persis dengan kesamaan sedimen di wilayah Aceh dan pesisir Thailand. Di mana dua wilayah itu pernah diterjang tsunami pada 2004.
”Aceh itu terjadi 600 tahun sekali. Lempeng bergerak terus, sehingga menyimpan energi gempa dan menjadi tsunami,” katanya.
Atas dasar itu, Widjo mengimbau perlunya kebijakan pembangunan. Terutama di kawasan pesisir. Pemerintah juga perlu menyiapkan mitigasi atas ancaman gelombang tsunami.
Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana menegaskan, pemaparan BPPT bukan untuk menakut-takuti. Melainkan sebagai bahan penyusunan mitigasi bencana. Termasuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia untuk mengurangi risiko ancaman tsunami.
”Di DIJ ada delapan titik rawan tsunami,” ucapnya tanpa menyebut satu per satu.
Supervisor Pusat Gempa Regional 7 BMKG DIJ Nugroho Budi Wibowo memastikan, sistem peringatan dini milik BMKG berfungsi dengan baik. Peringatan dini diawali dengan informasi gempat laut. Lalu, ketinggian, estimasi waktu tiba, hingga target pengukur gelombang tsunami.
Menurutnya, sistem peringatan dini terpancar dari beberapa sumber. Selain aplikasi yang dimiliki BMKG, juga melalui SMS blast.
”Kami juga punya sirine di Parangtritis dan Pantai Glagah Kulonprogo,” tambahnya. (dwi/zam/rg)