Kegiatan Global Gotong Royong (G2R) Inovasi Gerakan Desa menggunakan model Tetrapreneur Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY telah memasuki tahun kedua. Kegiatan G2R kali pertama diluncurkan pada 2018 lalu.
Kini setelah berjalan lebih dua tahun, kegiatan G2R Tetraprenur telah menjalin kemitraan dengan sejumlah pihak. Kemitraan itu ditandai dengan ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman antara desa G2R Tetrapreneur Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul dengan beberapa mitra kerja. Di antaranya seperti dengan Bank BPD DIY, Hotel Sofyan Inn Unisi, Jogja City Mall, Parsley Bakery& Resto, Pamela Supermaket dan lainnya.
“Ini bukti nyata G2R Tetrapreneur sudah didukung banyak pihak,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY Arida Oetami saat acara bertajuk “Seremonial Kemitraan Global G2R Tetrapreneur: Penciptaan Pasar Non-Kompetisi untuk Produk-Produk Desa” di gedung unit VIII lantai 3 kompleks Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta pada Rabu (31/7).
Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan demi keberlanjutan kerja sama G2R Tetrapreneur dengan beberapa mitra. Kali pertama diluncurkan, G2R Tetrapreneur didesain Bappeda DIY bersama Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Rika Fatimah.
Pelaksana kegiatan G2R Tetrapreneur pada mulanya Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY. “Di sini kebetulan juga hadir Pak Soleh yang dulu mengawal kegiatan G2R Tetrapreneur,” ujar Arida menunjuk nama anak buahnya Soleh Anwari yang duduk di barisan depan.
Tahun lalu Soleh menjadi kepala Sub Bidang Penguatan Ekonomi Masyarakar BPPM DIY. Setelah penataan kelembagaan Pemda DIY pada Januari 2019, kegiatan G2R Tetrapreneur beralih ke Biro Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY. Kini BPPM berubah menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY. Instansi ini juga dikepalai Arida Oetami.
Lebih jauh dikatakan Arida, ada dua desa yang menjadi percontohan. Yakni Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul. Setelah berjalan setahun kegiatan G2R Tetrapreneur telah menyelesaika Tetra 1 yaitu rantai. Berupa pengembangan produk unggulan dari masing-masing desa.
“Pemerintah daerah sepenuhnya mendukung G2R Tetrapreneur sebagai model kewirausahaan masyarakat desa yang mengangkat kearifan lokal,” jelas Arida. Pemda DIY bertekad dapat merampungkan hingga Tetra 4. Menurut Arida, G2R Tetraprneur berbasis empat pilar. Tetra 1 (rantai), Tetra 2 (pasar), Tetra 3 (kualitas) dan Tetra 4 (merek wirausaha).
Diingatkan, G2R Tetrapreneur bukan sekadar konsep. Namun secara nyata meningkatkan potensi desa dan human capital sehingga dapat secara mandiri dan berwibawa meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Rika Fatimah mengungkapkan, tim pendamping dari UGM telah membentuk sistem e-G2R Tetraprenuer. Yakni dengan gerakan menuju 1.000 subscriber dan follower. Ini merupakan keluaran dari pilar Tetra 2.
“ G2R Tetraprenuer bukan hanya gerakan sosial budaya, tetapi juga gerakan melalui media,” tegas Rika. Sebagai konseptor kegiatan G2R Tetrapreneur dia kerap memberikan pemahaman kepada mitra.
Dikatakan, budaya gotong royong merupakan kearifan lokal. Kegiatan G2R Tetraprenuer ini berawal dari dana desa yang digelontorkan dengan nominal sama ke semua desa. Kondisi itu bisa mendatangkan dua hal. Bermanfaat atau malah menimbulkan masalah baru. Sebab, kondisi setiap desa berbeda.
“G2R Tetrapreneur berusaha memaksimalkan apa yang sudah dilakukan pemerintah. Targetnya ekonomi yang mandiri dan berwibawa. Jadi kita semua menolong, tetapi tetap berprestasi,” terangnya.
Selama ini G2R Tetrapreneur, kata Rika, sudah melakukan berbagai capaian. Antara lain menemukan desa pelopor, ekspose dan peluncuran produk. Bahkan beberapa produk BUMDes telah lolos kurasi di Bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA). Juga menjadi program utama yang didukung dengan dana keistimewaan DIY.
Percontohan kegiatan G2R Tetrapreneur telah berkembang. Dari dua desa pada 2018 menjadi tujuh desa pada 2019 ini. Tahun depan ditargetkan menjadi 20 desa. Sama seperti Arida, Rika juga sempat menyinggung nama Soleh. “Pak Soleh itu bagi warga Girirejo dan Wukirsari sering disebut bapaknya karena dulu mendampingi,” ujarnya.
Terkait kemitraan dan penciptaan pasar non kompetisi, Rika mengatakan, yang terpenting adalah mendidik pasar. Ada tiga model kemitraan yang dikembangkan. Pertama, penciptaan pasar non-kompetisi. Kedua, komitmen dalam hal finansial. Ketiga, dukungan lain seperti memasukkan produk. (kus/fj)