SLEMAN – Rembuk aparatur kelurahan dan desa tentang literasi informasi bertajuk Saring sebelum Sharing digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIJ. Salah satu materinya mengupas informasi yang benar dan salah di dunia maya.

“Dulu ada ungkapan mulutmu harimaumu. Sekarang hati-hati menggunakan jarimu. Bisa menjadi harimaumu saat berinteraksi di dunia maya. Ada ancaman pidana yang mengaturnya,” ungkap Wakil Ketua PWI DIJ Hudono saat  berbicara di depan sejumlah kepala desa, anggota Babinsa dan Bhabinkabtimas se-DIJ yag mengikuti rembuk aparatur yang diinisiasi FKPT DIJ di The Atrium Hotel and Resort Mlati, Sleman pada (1/8).

Ancaman pidana itu tertera di UU No. 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Karena itu, dia mengajak agar masyarakat berhati-hati.

Dikatakan nitizen atau jurnalisme warga tidak dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sebab, nitizen bukan bagian dari pers. Mereka dikenakan aturan UU KUHP dan UU ITE. “Pertanggungjawaban hukumnya bersifat personal. Siapa berbuat maka dialah yang bertanggung jawab. Ini berbeda dengan pers,” tegasnya.

Untuk menghindari delik yang menjerat nitizen, Hudono berpandangan perlu dibuat pedoman baku etika perilaku bagi warganet. Tujuannya agar mereka terhindar dari jeratan hukum. “Ini agar aktivitas warganet menjadi terarah dan tidak cenderung liar,” kata Hudono.

Selain Hudono, acara itu juga menghadirkan Willy Pramudya dari praktisi media dan Kasubag TU Deputi Pencegahan Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahadi Wijayanto.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DIJ Agung Supriyono menyambut positif forum rembuk aparatur tersebut. Dia menilai kepala desa, babinsa dan bhabinkamtibmas punya peran strategis. Mencegah dan melakukan deteksi serta cegah dini. “Terhadap munculnya aksi terorisme di wilayah,” katanya.

Pemprov DIJ juga telah menginisiasi pembentukan Jaga Warga yang berbasis di tingkat kampung dan padukuhan. Hingga sekarang telah terbentuk lebih dari 400 Jaga Warga. “Fungsi dan perannya juga sama. Upaya cegah dini,” lanjut Agung.

Ketua FKPT DIJ Mukhtasar Syamsudin mengatakan, aparat desa, babinsa dan bhabinkamtibmas perlu memberikan pemahaman ke masyarakat. Yakni mengenai langkah praktis mencegah penyebaran paham radikal dan terorisme.

Dalam acara itu, peserta diberikan kiat-kiat khusus mengolah informasi. Khususnya menghindari informasi yang masih mentah ditelan begitu saja oleh masyarakat. Akibatnya menimbulkan kegaduhan. “Inilah pentingnya  memilih dan memilah informasi,” kata Mukhtasar.

Ahadi Wijayanto mengingatkan, terorisme menjadi perhatian dunia karena nyata-nyata melanggar hak hidup di masyarakat. Terorisme juga merusak stabilitas negara. Bahkan bisa menjadi ancaman peradaban modern. “Kejahatan terhadap kemanusiaan yang meresahkan dan menciptakan ketakutan publik,” tegasnya.

Sinergi aparat keamanan dengan masyarakat disertai aparatur desa merupakan langkah yang tepat. Khususnya dalam mencegah aksi-aksi terorisme. Tindakan pencegahan itu dengan mendorong masyarakat tanggap terhadap lingkungan sosialnya. Dengan demikian, tercipta sikap waspada terhadap dinamika di lingkungan sekitarnya. (kus/by)