Merintis food start up bukan hal mudah.  Namun, Latifriansyah Usman Ali mampu mewujudkan impiannya itu. Di usianya yang masih muda, 22 tahun. Hanya dengan modal Rp 500 ribu hasil dari memulung sampah.

SEVTIA EKA NOVARITA, Sleman

SEJAK 2014 Latif bertekad untuk mandiri. Dia tak ingin lagi membebani orang tuanya. Terlebih untuk biaya kuliahnya. Dari situ hatinya tergerak. Untuk mendapatkan hasil sendiri. Latif lantas bekerja serabutan. Memulung sampah kertas pun dia lakoni. Yang penting halal. Dia menjalaninya dengan senang hati. Demi mendapatkan modal usaha.

Setelah punya cukup modal, mulailah Latif mencoba berbagai usaha. Jualan makanan dari event ke event pernah dia jalani. Hingga dia mampu membuka kedai yang dinamai Kiwae dua tahun lalu. Kedai itu menawarkan menu kekinian yang sempat tren. Berupa sate taichan dengan beragam olahan. “Dirasa berjalan lancar, saya akhirnya memberanikan diri membuka kedai foodcourt,” ungkap Latif saat berbincang dengan Radar Jogja Selasa (13/8).

Meski sempat berpindah-pindah tempat jualan, Latif tidak pernah kehilangan pelanggannya. Itu berkat kemampuannya mempertahankan makanan kekinian dengan olahan yang berbeda. Omzetnya pun luar biasa. Per bulan bisa mencapai Rp 80 juta.

Namun, seiring berjalannya waktu peminat makanan kekinian mulai menurun. Pun begitu yang dialami Kedai Kiwae. Lambat laun mulai kehilangan konsumen.

Latif tak menyerah. Dia memberanikan diri mengganti menu utama andalan kedai miliknya. Berupa ayam dengan balutan bumbu cheetos. Dengan beragam pilihan level pedas sesuai selera pelanggan.

Ayam goreng berbalut bumbu cheetos tergolong menu baru. Yang ternyata disukai konsumen. Terlebih sensasi rasa yang beda dan unik. Dibanding menu ayam pada umumnya.

Berkat kreativitas mengolah menu kekinian, Latif tercatat sebagai mahasiswa pertama yang masuk dalam 10 besar Food Start Up Indonesia 2018. Yang diadakan oleh Badan Ekonomi Kreatif RI.

Tidak hanya itu, mahasiswa Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada itu juga berhasil menggaet Grup Salim, pemegang lisensi merek makananan ringan cheetos. Grup Salim menyatakan ketertarikannya. Untuk mengembangkan produk kombinasi makanan hasil kreasi Latif. Pengusaha lain yang ingin bermitra pun bermunculan. Mereka bahkan rela mengantre demi mendapatkan persetujuan Latif. Dari situ latif berencana membuka franchise September mendatang. Targetnya punya 10 cabang pada 2020. Dengan omzet diperkirakan tembus Rp 1 miliar per bulan.

Sejaun ini Lafit dibantu oleh dua teman kuliahnya. Untuk menggerakkan roda bisnis kulinernya. Ditambah dengan merekrut karyawan lain. Dipilihnya orang-orang difabel. Untuk memberdayakan mereka. Terlebih dia memang ingin bersosial. Dengan hasil dari usahanya. Digandenglah para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di wilayah Sleman. Petani dan peternak juga dia libatkan.

Di kedainya, latif juga rutin menggelar kegiatan positif. Dikemas dalam bentuk kajian dan sedekah ilmu.

“Tujuan dari usaha bukan untuk memperkaya diri. Tapi untuk memberikan manfaat yang luas,” tuturnya.(yog)