JOGJA – Kemeng. Kata ini sontak terucap dari Fahrul Maulana. Maklum saja, pria berusia 23 tahun ini baru saja menarik sebuah lokomotif kereta. Tak sendiri, bersama rekan-rekannya dia berlomba menarik lokomotif sejauh sepuluh meter.
Baginya, menarik lokomotif adalah pengalaman baru. Sekaligus unik. Meski kesehariannya dia bersinggungan dengan gerbong dan lokomotif kereta. Sebagai kondektur PT KAI Daop VI Jogjakarta.
“Baru pertama kali, rasanya kemeng karena lokonya berat. Ini kaki langsung gemetar karena harus menarik tambang yang terikat ke loko,” ujarnya ditemui usai lomba tarik lokomotif di Depo Lokomotif Jogjakarta, Rabu (21/8).
Begitupula Yoga Cokro, 24, bersama teman-temannya. Anggota Semboyan Satoe Railfans Jogjakarta ini harus berjibaku. Strategi khususnya telah dia siapkan. Pijakan kaki kuat hingga tarikan nafas saat menarik tali tambang.
Perjuangannya ternyata tak mudah. Tergolong pengalaman baru, beberapa timnya sempat terpeleset. Alhasil Semboyan Satoe Railfans Jogjakarta harus mengaku kalah. “Senang bisa diajak karena lombanya beda. Kalau tahun depan ada lagi, pasti ikut lagi,” katanya.
Perlombaan ini melibatkan dua lokomotif diesel electric milik Daop VI Jogjakarta. Dua lokomotif bernomor seri CC 201 83 06 dan CC 201 77 18 harus ditarik oleh dua kelompok yang berbeda. Berat lokomotif mencapai 84 ton tentu mewajibkan setiap tim memiliki strategi khusus.
Manager Humas Daop 6 Jogjakarta Eko Budiyanto menuturkan, ada 16 kelompok yang berlomba. Setiap kelompok terdiri dari sepuluh orang. Untuk memenangkan perlombaan, tim harus menarik lokomotif sejauh sepuluh meter.“Acara ini diadakan untuk memperingati dan memeriahkan Hari Kemerdakaan ke-74 Indonesia,” jelasnya.
Kegiatan ini juga ajang srawung. Tidak hanya para pegawai Daop VI Jogjakarta tapi juga komunitas lainnya. Terbukti dalam kesempatan ini hadir pecinta kereta api hingga unsur kepolisian.
Selain srawung, perlombaan ini juga menjadi media edukasi. Khususnya atas keselamatan di kawasan perlintasan kereta api. Dia tidak menampik kasus menemper kereta cukup marak. Berawal dari melintas hingga sengaja berada di kawasan perlintasan.
Dia mencontohkan, seperti yang suka selfie. Biar lebih menantang selfie di pinggir rel kereta, jembatan bahkan kolong jembatan. “Itu tidak boleh karena sangat membahayakan bagi diri sendiri dan juga perjalanan kereta yang melintas,” pesannya. (dwi/pra/rg)