JOGJA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Jogja terus menyusun konsep perwujudan Taman Mitigasi Bencana Yogyakarta (Tamiya). Setidaknya 2020 bentuk fisik mulai terlihat di bekas gedung SDN Patangpuluhan. Diawali dengan fasilitas edukasi kebencanaan bagi usia anak-anak.

Kepala Pelaksana BPBD Kota Jogja Hari Wahyudi memiliki alasan tersendiri memilih anak-anak sebagai subjek. Baginya pendidikan kebencanaan lebih tepat pada rentang usia tersebut. Tujuannya untuk mewujudkan budaya mitigasi bencana.

“Ada fasilitas seperti wall climbing hingga flying fox yang sifatnya ketangkasan. Sasarannya memang dari usia anak-anak agar menganal apa dan bagaimana mitigasi bencana,” jelasnya, Rabu (19/8).

Sesuai dengan namanya, Tamiya akan dilengkapi beragam simulator. Alat peraga ini akan menyajikan bentuk-bentuk ancaman bencana di Kota Jogja. Termasuk pemetaan secara detail potensi bencana setiap Kecamatan.

Walau kategori sedang, namun potensi bencana di kota Jogja tergolong komplit. Dari seluruh kejadian, pohon tumbang, banjir dan longsor hampir mendominasi. Terutama saat memasuki musim penghujan. Belum maksimalnya drainase air menjadi kendala utama.

“Simulatornya itu sederhana saja, bisa video tiga dimensi. Ada bencana dan cara penanganannya. Lalu untuk gempa ada semacam papan yang bisa bergoyang. Merupakan simulasi guncangan gempa,” katanya.

Sembari menunggu, bekas gedung sekolah tersebut sudah difungsikan. Walau hanya sebatas penyimpanan logistik dan berkumpulnya relawan. Langkah ini sekaligus mempermudah adanya koordinasi antar relawan.

Hari menuturkan keberadaan Tamiya sangat solutif. Koordinasi menjadi salah satu kendala penting berkomunikasi dengan relawan. Terutama untuk mengumpulkan para relawan dalam satu lokasi. Hingga akhirnya gedung sekolah diserahkan ke BPBD untuk dikelola.

“Kami dulu kebingungan kalau harus mengumpulkan para relawan. Jumlah relawan ditambah kampung tanggap bencana (KTB) itu tidak sedikit. Jadi selain tempat logistic juga menjadi titik awal koordinasi,” katanya.

Kooordinasi dalam sebuah mitigasi bencana sangatlah penting. Tujuannya untuk menghindari salah langkah dalam manajemen bencana. Juga untuk menghindari adanya benturan antar relawan. Mulai dari pembagian peran hingga distribusi logistic.

“Menjadi tempat bertemunya stakeholder kebencanaan. Bisa dibilang juga semacam pusat komando. Jangan sampai mereka bergerak di lapangan tanpa ada koordinasi,” ujarnya. (dwi/pra/rg)