RADAR JOGJA – Pendidikan karakter untuk anak yang sekaligus siswa, bukanlah tanggung jawab pihak sekolah semata. Saat penanaman karakter diberikan di sekolah dan tidak didukung saat anak berada di rumah, karakter tidak bisa tumbuh dengan baik.

Kepala Sekolah SMA Bopkri Satu (Bosa) Jogjakarta Andar Rujito menjelaskan, kesuksesan seseorang yang hanya diukur oleh kecerdasan dan nilai akademik masih diyakini oleh masyarakat luas. Hal inilah yang membuat pentingnya karakter menjadi terabaikan.

Namun beberapa tahun terakhir kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pendidikan karakter sudah mulai nampak. Yang mana pemilihan sekolah dan pengajaran orang tua tidak hanya untuk mencerdaskan anak. Namun untuk pembentukan karakter anak yang baik. “Jika mengacu pada pendidikan milik Ki Hadjar Dewantara, dasar pendidikan utamanya adalah karakter,” jelas Andar, Jumat (6/9).

Di Bosa, tambah Andar, karakter adalah basis utama yang harus dimiliki oleh siswa. Selama siswa memiliki talenta yang bisa dikembangkan dan bermanfaat untuk sesama dan lingkungan, akan lebih baik untuk diri siswa.

Pengaplikasian pendidikan karakter yang dilakukan, telah dimulai saat anak menyandang sebagai siswa baru. Saat masa pengenalan lingkungan sekolah, anak sudah mulai dipantau oleh setiap guru untuk memperhatikan perilaku siswa.

Jika ditemukan siswa yang dirasa menyimpang, siswa akan dipanggil dan mendapatkan tindakan lanjutan berupa pembinaan karakter. Selain itu, melalui kegiatan sekolah berupa pramuka, renungan harian, dan kegiatan yang mengharuskan siswa terjun langsung ke masyarakat adalah bentuk praktik yang bisa membangun karakter.

“Dari situ siswa yang tinggal di masyarakat akan belajar untuk menghargai dan bagaimana hidup bermasyarakat sebenarnya,”  tambahnya.

Andar menambahkan, pihak sekolah tidak pernah menekan siswa untuk melakukan satu hal apa pun. Dalam hal ini, siswa hanya akan dirangsang melalui kegiatan yang telah disediakan sekolah untuk menumbuhkan sikap sopan santun, kejujuran, disiplin, empati dan toleransi dalam diri siswa.

Pernah beberapa kali ada siswa yang tidak mampu atau orang di luar sekolah yang membutuhkan bantuan. Tanpa sekolah memberikan instruksi, siswa sudah dengan sendirinya menemukan solusi untuk menolong sesamanya. “Misalnya dengan pengumpulan dana atau bakti sosial sampai dengan pengabdian ke masyarakat,” ujar Andar.

Untuk guru yang ada di sekolah, Andar juga selalu berpesan untuk selalu memberikan keteladanan dari perilaku dan penyampaian nilai-nilai moral kepada siswa. Meskipun tidak terasa, jika dilakukan setiap hari siswa akan dengan sendirinya terbiasa dengan hal-hal baik yang selalu dilihat dan diamati.

Pendidikan karakter, tambah Andar, juga diberikan kepada siswa dalam bentuk hukuman. Contoh kecil adalah pemakaian rompi disiplin kepada siswa yang terlambat lebih dari lima kali. Dengan pemakaian rompi, anak akan introspeksi diri dan tidak melakukan kesalahan yang sama. “Dan siswa lain, tidak akan melontarkan bully-an kepada siswa yang dihukum. Namun ikut merangkul agar siswa yang memiliki kesalahan tidak mengulanginya,” ungkap Andar. (eno/laz)