RADAR JOGJA – Di balik keindahan destinasi wisata selalu ada orang-orang hebat. Mereka terus berjuang memberikan pelayanan terbaik. Setidaknya, itu tecermin dari kiprah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Batoer Hill.
Batoer Hill sempat jaya. Destinasi wisata yang terletak di Desa Putat, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, pernah menjadi ”idola” wisatawan.
Tempat piknik itu diluncurkan pada 1 Juli 2017 oleh pemilik modal. Namun, keberadaan tempat tersebut tidak berlangsung lama. Berselang sekitar setahun kemudian, tepatnya Selasa 15 Mei 2018, Batoer Hill ditutup. Pemicunya adalah terjadi sejumlah persoalan di internal pemilik modal.
Sejak gulung tikar, praktis tidak ada kegiatan pariwisata di tempat tersebut. Sejumlah aset dibongkar oleh investor. Hanya menyisakan ”reruntuhan”. Warga setempat hanya bisa saling pandang menyaksikan wajah kampung halaman ”berantakan”.
Satu tahun berikutnya, 15 September 2019, objek wisata Batoer Hill bangkit dari mati suri. Bangkir dari tidur panjang selama setahun. Pokdarwis bergerak memgembalikan lokasi wisata itu demi membahagiakan pengunjung.
”Pada 15 September lalu kami membuka event kecil-kecilan bekerja sama dengan pemerintah Desa Putat dan pokdarwis di wilayah Desa Putat,” kata Sukedi, seorang pengelola Batoer Hill, saat ditemui Jumat (20/9).
Bersama temannya di pokdarwis yakni Sularto, Sukedi ”babat alas”. Mereka rela ”berdarah-darah”. Perjuangan memang tidak mudah. Mereka terus bekerja dengan semangat dan cita-cita mengangkat derajat tanah kelahiran.
”Kami kembali. Bersama dengan pokdarwis, masyarakat setempat, dan Pemerintah Desa Putat siap menghidupkan Batoer Hill lagi,” ujarnya.
Ada beberapa macam kegiatan untuk mendukung wisata sedang dikerjakan di lokasi itu. Di antaranya, menyediakan fasilitas gedung pertemuan, kuliner, dan kolam renang.
”Sarana dan prasarana kami coba lengkapi dan benahi. Termasuk kebersihan, demi menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung sedang dimaksimalkan,” ucapnya.
Belum lama ini, pokdarwis juga mengundang seluruh lapisan masyarakat di Padukuhan Batur untuk mensosialisasikan wisata Batoer Hill. Sosialisasi diawali dengan membeberkan sejarah dan kisah suka duka mengelola destinasi wisata.
”Memang tidak mudah menyampaikannya kepada masyarakat. Namun kami optimistis, jika bersatu, kegiatan pariwisata di tempat kami bisa hidup kembali,” tegasnya.
Apakah trauma dengan kehadiran investor? Menurut Sukesi, kondisi sekarang sudah berbeda. Secara prinsip, mereka tidak keberatan menjalin kerja sama dengan pemilik modal asalkan dengan sejumlah persyaratan dalam pengelolaan. Kedua pihak harus saling terbuka.
”Terpenting saling menguntungkan dan transaparan. Dengan demikian, potensi konflik sedini mungkin dapat diantisipasi,” ungkapnya. (gun/amd)