RADAR JOGJA – Setelah Yogyakarta Symphoni Orkestra dan Gabrilia Fernandez tampil, acara pembukan Jogja Literary Festival (Joglitfets) dimulai dengan meriah. Penonton memenuhi sisi depan panggung di Monumen Serangan Oemum 1 Maret Yogyakarta (27/9).

Joglitfest terselengggara berkat kerjasama Dinas Kebudayaan Yogyakarta bersama Indonesiana, lembaga platform Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lembaga yang dibentuk untuk mendorong dan sekaligus memperkuat upaya Pemajuan Kebudayaan.

Hal ini sesuai UU No. 5 Tahun 2017 melalui gotong royong penguatan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan kegiatan budaya sesuai azas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan yang ditetapkan dalam UU No. 5 Tahun 2017.

Dalam sambutannya, Aris Eko Nugroho, Dinas Kebudayaan DIY menyampaikan sambutan sekaligus laporan pertanggungjawaban acara. Dalam sambutan tersebut, Joglisfest dimulai sejak pra-acara awal Agustus dan akan selesai 30 September 2019. “Joglisfest adalah upaya pemantik perkembangan literasi dan sastra yang berkembang di Yogyakarta,” ungkap Aris.

Dalam acara ini hadir pula Ir. Gatot Saptadi mewakili Hamengkubawana X, Gubernur DIY yang berhalangan hadir. Gatot menyampaikan bahwa sastra dan budaya ibarat dua sejoli yang sehidup semati. “Sastra dan budaya adalah jiwa bangsa,” ujar Gatot.

Bagi pria yang juga menjabat Sekretaris Daerah ini, sastra dan kebudayaan yang dihasilkan dari aktivitas manusia mengandung unsur keindahan. “Keindahan dalam hidup dan memanusiakan manusia dan hal itu sejalan dengan semangat Yogyakarta hamemayu hayuning bawana,” ucapnya. Dan hal tersebut semakin meneguhkan keistimewaan Yogyakarta.

Selain itu, menurut Dr. Catarina Muliana Girsang, staf ahli bidang regulasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Yogyakarta adalah lumbung sastra Indonesia. “Yogyakarta banyak melahirkan sastrawan Indonesia,” katanya.

Oleh karena itu, acara di Joglitfes terdiri dari banyak aspek pendidikan. Workshop, dongeng anak desa, dan Apresiasi alih wanaha adalah beberapa kegiatan penting saat festival ini berlangsung.

Setelah sesi sambutan selesai, acara resmi dibuka dan diakhiri dengan foto bersama dengan beberapa elemen acara disertai memegang buku hasil dari karya-karya peserta aktif di Joglitfest 2019.

Selain Yogyakarta Simphoni Orkestra dan Gabriella Fernandez, tampil pula Silampukau dan Jogja Hiphop Foundation (JHF). Sementara Aan Mansur dengan puisi “Makassar”, sementara Joko Pinurbo tampil menyelingi pergelaran malam Grand Opening Joglitfest 2019 tersebut dengan pembacaan puisi “Khong Guan” terbarunya.

Dalam penampilannya sebagai penutup acara, JHF disambut meriah ratusan penonton yang berjubel memadati SO 1 Maret. Sepanjang 30 menit, penonton dimanjakan ponampilan JHF yang penuh energi. Javanese collective hiphop crew yang didirikan pada 2003 ini tampil membawakan sepuluh lagu.

Tiga diantaranya adalah “SOS”, “Jaman Edan”, “Topi Miring”, dan ditutup dengan andalan “Jogja Istimewa”. Penonton makin bersemangat. Mereka menaikkan suara setiap kali memasuki bagian reff lagu.

“Semoga festival ini berjalan setiap tahun. Memang, enggak mungkin langsung jadi dalam penyelenggaraan pertama. Kalau sudah lima tahun baru bisa dinilai apakah festival ini berhasil atau tidak. Kalau bagus lanjutkan, kalau jelek, ya, ditinggal. Namanya festival itu kudu diselenggarakan setiap tahun. Kalau lima tahun sekali, kuwi jenenge kenduren,” pungkas Marzuki, pentolan JHF.

Hal serupa juga diungkapkan penampil sebelumnya, Aan Mansyur, yang membacakan puisi “Makassar”. Ia mengatakan bahwa “Saya tidak berekspektasi besar terhadap festival, sebab ini masih pertama.

Saya hanya berpikir bahwa yang pertama ini memberi ruang bagi banyak hal kepada siapa pun yang terlibat di sini untuk belajar untuk mengadakan festival kedua, ketiga, dan seterusnya. Tapi yang perlu dicatat, Joglitfest adalah kabar gembira bagi Sastra Indonesia.”