Kanker serviks masih menjadi momok bagi kaum hawa. Penyakit ini sering hadir tanpa disadari. Penderitanya sering tidak siap ketika kondisinya makin parah. Ironisnya, 80 persen penderita kanker serviks datang dalam stadium lanjut. Sebanyak 94 persen pasien dari kasus tersebut meninggal dalam waktu dua tahun.
Kanker serviks disebabkan virus human papilloma virus (HPV). Virus ini menular melalui hubungan seksual. Gejala yang muncul antara lain seperti pendarahan tidak wajar di vagina. Nyeri di panggul, siklus menstruasi tidak teratur dan nyeri saat berhubungan seksual. Badan lemas, berat badan turun, cairan vagina berbau tak normal serta salah satu kaki membengkak.
Sebelum kanker serviks menghampiri, ada sejumlah upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Antara lain melakukan pap smear ataupun IV A secara rutin. Melakukan hubungan seksual secara aman, tidak merokok dan melakukan gaya hidup sehat.
Pemeriksaan pap smear berguna mendeteksi kelainan sel serviks (prakanker). Dengan begitu, jika ada kelainan pada serviks dapat segera diberi penanganan. Pemeriksaan pap smear disarankan pada wanita sejak usia 21 tahun. Atau sudah menikah.
Kanker serviks merupakan satu dari sekian banyak kanker yang bisa dicegah dengan vaksinasi HPV. Vaksin HPV paling ideal diberikan pada mereka yang belum aktif secara seksual. Sebab, penularan virus ini terjadi melalui kontak seksual. Semua orang dewasa yang aktif secara seksual yang belum pernah mendapatkan vaksin HPV sebaiknya divaksinasi.
Wanita yang sudah aktif secara seksual harus melakukan pap test lebih dahulu sebelum menggunakan vaksin HPV. Pap test adalah pemeriksaan sel lapisan leher rahim. Dari pemeriksaan ini bisa diketahui apakah kondisi leher rahim masih normal atau sudah terjadi perubahan sel yang mengindikasikan proses keganasan.
Pemeriksaan pap test sebaiknya rutin setiap tiga tahun. Jika ada perubahan jaringan leher rahim bisa terdeteksi sejak awal. Kombinasi antara pemberian vaksin HPV dengan pap test adalah perlindungan terbaik mencegah kanker serviks.
Efek samping vaksinasi HPV tergolong ringan. Umumnya hanya terjadi sementara. Usai vaksinasi, timbul bengkak. Nyeri dan kemerahan di sekitar lokasi suntikan. Vaksinasi HPV dapat menimbulkan alergi bila tidak dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu.
Terkait kapan sebaiknya vaksinasi HPV dilakukan? Proteksi paling baik dilakukan sejak usia dini. Antara 9 hingga13 tahun. Suntikan pertama saat kelas 5 SD. Suntikan kedua kelas 6 SD. Saat usia 9 tahun, kekebalan tubuh seseoran berada pada masa prima. Memiliki daya tahan tubu lebih kuat dalam merespons vaksin.
Pemberian vaksinasi HPV terbagi menjadi dua golongan. Yakni usia 9-13 tahun dengan dua dosis (jarak 0 dan 6-12 bulan) dan 14-44 tahun dengan tiga dosis (jarak 0, 2 bulan dan 6 bulan). Batasan usia maksimal vaksinasi HPV usia 55 tahun. Vaksin diberikan dengan suntikan di lengan atas.
Tahun ini Pemda DIY memulai program imunisasi HPV dengan sasaran siswa perempuan SD. Saat ini DIY merupakan provinsi kedua yang melakukan program imunisasi HPV setelah DKI Jakarta. Imunisasi ditempuh dalam dua tahap. Tahap I menyasar siswa kelas 5 SD. Setahun berikutnya dilaksanakan kembali pada siswa kelas 6 SD.
Total anak yang menjadi sasaran imunisasi sebanyak 33.666. Imunisasi sudah dilaksanakan pada Agustus lalu di Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Sedangkan Kabupaten Sleman dan Bantul serta Kota Yogyakarta dilakukan November mendatang.
Masyarakat khususnya orang tua siswa diharapkan bisa memanfaatkan dan mendukung program imunisasi HPV. Untuk melakukan imunisasi mandiri biayanya cukup tinggi. Antara Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta sekali suntik. Dalam program ini sepenuhnya kegiatannya dibiayai pemerintah daerah. (*/kus/tif)