RADAR JOGJA – “Rasane ayem.” Itulah yang dirasakan Wahyuni saat mendengarkan gamelan Kyai Guntur Madu dimainkan oleh abdi dalem Keraton Jogja di Bangsal Pagongan Kidul, halaman Masjid Gedhe, Senin (4/11).

Setiap dua jam gamelan Kyai Guntur Madu dimainkan bergantian dengan gamelan Kyai Nagawilaga yang berada di Bangsal Pagongan Lor.

Wahyuni merasa berbeda saat mendengarkan gamelan milik Keraton Jogja itu dimainkan. Setiap tahun, dia selalu datang ke halaman Masjid Gedge itu. Banyak juga warga DIJ dan sekitarnya yang datang.

Hanya bedanya, tahun ini warga tak bisa duduk hingga ke dalam Bangsal Pagongan Lor dan Kidul. Hanya di sekitar bangsal.

Dua gamelan itu sendiri dikeluarkan dari Keraton atau sering disebut dengan prosesi miyos gongso Minggu malam (3/11). Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawilaga akan dimainkan oleh masing-masing 17 abdi dalem selama seminggu.

Rangkaian Sekaten 2019  sudah dimulai 1 November hingga 9 November. Dan, Garebeg Maulud sebagai puncak dengan keluarnya tujuh gunungan 10 November.

Tak hanya warga yang berdatangan, di skeitar Masjid Gedhe  mulai kemarin juga dipadati pedagang. Jelang Garebeg Maulud, mereka berjualan makanan khas, sega gurih atau endog abang.

Yang berbeda tahun ini, Sekaten digelar tanpa pasar malam. Sebelumnya Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro menjelaskan, pasar malam bukan bagian dari perayaan Sekaten. Dia mengatakan, hiburan asli Sekaten adalah gamelan. Hanya saja dalam perkembangannya, muncul hiburan musik hingga dangdutan.

Ditegaskan, pihaknya sebenarnya tidak masalah dengan hiburan musik seperti dangdut. Namun, menurutnya, pertunjukan itu tidak cocok dengan tema dari Sekaten. “Ini kan Sekaten dari kata syahadatai. Nah kami coba merasakan Sekaten pada waktu dulu,” katanya. (aga/laz)